sumber: http://www.clear.co.id/resources/images/base/legenda-arsenal-masyarakat-indonesia-cinta-sepakbola-7b1a271.jpg
Tergelitik setelah membaca
tulisan dari kenalan teman lewat sebuah artikel dalam blognya, lahirlah tulisan
ini di detik-detik terakhir sebelum pulang ke rumah.
Kebetulan juga, baru saja aku
membeli sebuah buku dengan judul “Kota – Kota di Jawa, identitas, gaya hidup
dan permasalahan social”. Buku ini aku beli karena pada salah satu babnya
mengulas tentang Banyumas. Sangat sulit bagi ku untuk menemukan buku atau artikel
mengenai time period yng pernah terjadi di Banyumas dari segi social dan
kemasyarakatan terutama di masa lampau.
Pada kata pengantar buku
tersebut, dituliskan mengenai perubahan-perubahan yang terjadi di kota-kota
terutama di Jawa. Perubahan-perubahan tersebut terjadi karena adanya modernitas
yang mengganti identitas kota tersebut dari yang lama menjadi yang baru. Modernitas
menuntut masyarakat untuk bergaya hidup lebih urban dan modern. Budaya, gaya
berpakaian, struktur social kemudian berubah. Lalu hubungannya dengan
perkotaan? Tentu saja berhubungan. Kota merupakan sebuah bentuk pengejawantahan
budaya masyarakat yang ada di dalamnya. Sehingga tercipta karya-karya visual
maupun non-visual.
Ada kebanggaan tersendiri ketika
membaca sejarah perkotaan. Perubahan-perubahan yang mereka alami dari waktu ke
waktu sedemikian pelik dan berliku. Tak ayal jika kota menjadi sebuah bukti
peradaban masyarakat yang mendiaminya.
Indonesia memiliki karakter2 yang
unik dan berbeda dengan kota-kota di barat. Karena apa? Budaya yang kita miliki
merupakan budaya timur yang menjunjung tinggi kesopanan, tata krama serta budi
pekerti yang luhur. Bangga ketika membaca sejarah nusantara yang
mengagung-agungkan kisah pahlawan dengan gagah berani melawan penjajah dengan
taktik cerdas. Selain itu, masyarakat Indonesia juga merupakan masyarakat
beragama yang mengakui Tuhan. Seperti yang tertuang dalam sila 1 pancasila dan
diakuinya 6 kepercayaan di Indonesia. Agama sebagai penuntun kehidupan manusia
baik dunia maupun akhirat pasti mengajarkan kebaikan, entah agama langit atau
agama bumi. Sama saja.
Aku yakin jika identitas dan
prinsip ini tetap dijaga teguh oleh kita semua saat ini, yakin deh yang namanya
korupsi, narkoba, perselingkuhan, perceraian, dan hal-hal tidak pantas lainnya
tidak perlu terjadi dan menjadi headline utama di setiap surat kabar.
Entah bagaimana ceritanya, kita,
bangsa Indonesia saat ini memiliki identitas yang rendah. Suka telat (tidak
tepat waktu), bermuka dua, tidak jujur, korupsi, penjilat, serba instan…rasanya
sudah akrab di telinga kita.
Ingat saat di sebuah MRT di
Singapura tahun 2011 lalu saat sedang berdiri dan beberapa teman bercakap-cakap
karena amaze dengan MRTnya , kemudian ada citizen SG yang tertawa mengejek
sambil berkata “Indonesian” seraya keep away from us. Takut tertular virus
ndeso dan kampungan.
Pun saat angkatan kami memutuskan
untuk melakukan study banding ke Singapura, seorang dosen kami berkata “Turis
Singapura itu kebanyakan orang Indonesia, sampe sana mereka mainnya ke mall.”
Belum lagi saat di Jerman. Secara
fisik Indonesian memiliki fisik lbh kecil dari orang jerman, dlam berjalan pun
kami terbiasa santai. Suatu saat Lucy, guide kami berkata “Kenapa kalian
berjalan sangat lambat dan selalu ketinggalan?” yeah, karena habit kami ga
terbiasa jalan tergopoh2….masyarakat Jawa terutama menjunjung tinggi peribahasa
“alon-alon asal kelakon”, pelan-pelan asal kesampean.
Iya Indonesia…..sangat Indonesia
ya seperti ini. Perilaku kita ini kemudian berdampak pada fisik kota kita.
Korupsi misalnya, anggaran untuk memperbaiki infrastruktur tidak maksimal,
material pun menggunakan kualitas rendah. Lalu apa kabar?
Teringat tulisan seorang teman
tersebut, maka aku sedikit “Iya, aku juga salah dalam mengambil kesimpulan.
Luar negeri memang bagus. Kebagusan mereka bukan hanya didukung oleh
kecerdasan, peradaban yang sudah lebih maju, desain yang bagus, teknologi
canggih….tetapi juga manner manusia nya.”
Meributkan identitas kota?
Pahamilah diri sendiri dulu, identitas kita macam apa. Apakah sebagai orang
modern kita sudah ebrsikap sebagai manusia modern? Atau masih tetap dengan
kebiasaan lama kita? Bahkan menurutku karakter manusia jaman dahulu yang masih
mementingkan adat ketimuran, masih memiliki prinsip yang teguh dalam
keterombang ambingan di jaman modern. Ah sudahlah, akubukan antropolog. Tulisan
ini hanya opini, tidak dilandasi data yang akurat dan nyata dari lapangan.
Sebagian hanya asumsi belaka.
Jadi bagaimana? Sangat Indonesia
yang bagaimana yang perlu diperhatikan?
Resti
Masih Indonesia
No comments:
Post a Comment