Menjadi dewasa adalah menjadi
manusia dengan kelebihan memiliki masalah lebih berat. Salah ketika masih kecil
berandai-andai dewasa. Dulu berpikir bahwa orang dewasa adalah keren, bisa naik kendaraan sendiri,
dandan, pake heels, pake baju dewasa, keluar sampe malam, kencan, bisa tidur
larut malam, nonton film-film dewasa…seperti itu rasanya mudahnya.
Yeah, menjadi dewasa adalah
amazing. Bisa melakukan semua hal yang dilakukan orang dewasa. Tetapi, pada
nyatanya transisi dari remaja menuju dewasa tidak banyak disadari oleh kita.
Keterkejutan datang ketika tiba-tiba kita merayakan ulang tahun ke 25 misalnya.
Masih single, jobless, setiap bulan masih meminta orang tua mengirimi uang ke
ATM. Padahal seharusnya ga seperti itu. Yang ada pada bayangan kita saat kecil,
usia 25 adalah usia emas yang akan ditunggu-tunggu. Seperti usia 17 tahun.
Bayanganku usia 25 adalah usia dimana sudah memutuskan akan menikah dengan
siapa karena sudah menemukan tambatan hati, punya kerjaan mapan, tabungan
berdijit banyak, lanjut sekolah luar negeri, punya kendaraan sendiri, punya
uang sendiri, punya rumah….. Oke then, aku bukan pegawe minyak.
Kenyataan terkadang menyadarkan
kita pelan-pelan. Tanpa kita sadari waktu yang sudah kita lewati terbuang
secara percuma. Kita lupa target yang pernah kita bayangkan. Tiba-tiba saja
sudah selama ini kita hidup. Terlalu lengah dan terlalu jengah. Saat sekolah
kita tak diajarkan cara menjadi dewasa dengan benar. Hingga saat ini aku merasa
aku hanyalah seorang anak-anak yang terperangkap dalam sebuah tubuh perempuan
dewasa. Yang seharusnya sudah memahami bahwa jiwa ini bukan jiwa anak-anak
lagi, sudah seharusnya jiwa ini menjadi jiwa dewasa dengan pemikiran dewasa dan
perilaku dewasa.
Sekolah tidak perlu disalahkan.
Sekolah di Indonesia hanyalah lembaga formal yang mengarahkan akademik
siswa-siswanya. Lulus, nilai bagus, masuk PTN favorit, lulus, kerja di tempat
bagus, mapan, kaya, hidup enak, keluarga bahagia, mati masuk surga. Sesimpel
itu pikiran kita ketika kita memilih sekolah bukan?
Well, jangan heran jika setelah
lulus yang kita pikirkan adalah bekerja pada sebuah lembaga besar, menjadi
buruh berdasi yang bekerja setengah mati, 24/7, digaji untuk membayar tagihan
ini itu. Di tengah hiruk pikuk keadaan negara ini yang hanya ada satu di dunia,
modal kita yang masih bisa diandalkan hanyalah sumber daya manusia. Kita tahu
bahwa sumber daya alam kita sudah hamper tidak bisa kita harapkan. Asing telah
keluar masuk dengan mudah dan menguasai banyak bidang-bidang penting. Sumber
daya manusia negara ini mestinya menjadi pokok utama yang harus dibenahi. Ah
sudahlah, bercurhat seperti ini bukan hal yang baik jika hanya ngetik, no
action. I even don’t know how to start! As an amateur writer, I am still dumb
to face my maturity.
No comments:
Post a Comment