January 30, 2014

menyesali nama

hei
bukan tidak ingin aku membalas pesanmu yang berisi permintaan maaf. tapi untuk apa meminta maaf? maafmu itu tidak akan membuat aku kemudian bisa sembuh sakit hati.

aku menyangsikan kelakuanmu yang menurutku tak memiliki tata krama. sama sekali.

apakah kamu tidak tahu rasanya dikecewakan, diselesaikan secara sepihak?
aku butuh waktu untuk sendiri. tanpa kamu hadir dan iseng untuk menanyakan kabarku. aku akan baik-baik saja sampai kamu menanyakan hal tersebut.

tidakkah kamu tau betapa aku harus benar-benar bergelut dengan perasaan sakit dan tetap menjalani kehidupanku senormal-normalnya?

kamu tidak akan pernah tahu, karena mungkin kamu tidak peduli. kamu hanya peduli dengan dirimu sendiri. dengan masa depanmu yang sangat kamu khawatirkan.

bagimu mungkin aku tidak ada apa-apanya ya? aku bukan yang pantas untuk diandalkan dengan kondisiku saat ini. kondisi yang tidak bisa menjanjikan apa-apa termasuk masa depan yang kamu inginkan.


jika harus mengorek dulu, dulu adalah kebahagiaan yang tak pernah aku kira. bahwa impianku dan harapan bodoh yang sempat aku tulis di buku catatan kulaih menjadi nyata. kamu hadir benar-benar seperti bintang jatuh.

aku berusaha menjadi yang benar-benar kamu cari. aku bahkan melupakan apa yang sebut keegoisan setinggi gedung pencakar langit. aku bahagia bersamamu.

dan dengan apa yang kamu lakukan padaku, menyelesaikan ini secara sepihak, dimana aku tidak tahu kenapa ini harus selesai, aku tidak pernah ingin tahu. meskipun kamu menjelaskan berkali-kali, aku tak pernah bisa memahami itu.

bahkan namamupun sempat tertulis dengan jelas di monumen yang aku bangun dengan kerja keras. nama yang aku tulis disertai pengharapan untuk menggapai mimpi berdua bersama-sama seperti yang sempat kita bicarakan sebelum kita tidur.

cinta. aku pun tak tahu kemarin cinta atau bukan. iya jika aku bilang cinta apakah kamu juga akan mengakui itu cinta?

sekarang bagaimana? sekarang aku sedang mencoba untuk kembali menyemangati hidupku lagi. aku sudah terbiasa, bahkan bukan kali ini saja kamu sakiti aku. meksipun kali ini yang paling sakit.

kamu? aku tahu kamu sedang berbahagia. hidupmu dengan mudah berputar seperti bianglala sekaten yang memiliki jari-jari lebih pendek dibanding bianglala singapura.

aku belum siap untuk bisa bicara secara normal padamu. aku belum bisa untuk memaafkanmu dengan bijak. aku belum bisa menyusun kalimat yang bisa membuatmu sadar hati ini sungguh terluka karenamu.

aku belum ikhlas? ah, belajar ikhlas itu susah. aku pun yakin kamu  belum iklhas dengan masa lalumu sebelum aku.

kemudian kali ini, aku menyerahkannya pada waktu yang bisa membungkus dan mengeringkan lukaku. lukamu? itu terserah padamu, toh sudah ada yang bisa meniupkan dan mengompres lukamu yang selalu kamu bilang lebih berat dari lukaku ini. dia yang mungkin bisa menyembuhkanmu dari kemelut dan kegalauanmu tentang masa depan.

jika aku bisa menghapus namamu di monumenku, aku benar2 akan menghapusnya. aku tidak akan pernah menuliskannya kembali di monumenku yang baru.

jika ada yang bertanya aku meneysal atau tidak, iya mungkin saja aku menyesal. menyesali namamu yang pernah hadir dalam sela-sela kehidupanku.

nulis

'otakku sakit'

beberapa kali aku rasakan otakku terlalu dipaksa keras untuk bekerja. bekerja keras untuk berpikir ternyata lebih melelahkan dibanding naik puncak sikunir, pikirku.

beberapa waktu ini, otak ini sedang dipaksa untuk menulis.

hei, aku tak pernah takut untuk menulis sejak aku sekolah dasar. bakat menulis kemudian aku tekuni hinggaaku bisa mendapat gelar juara pada lomba mnulis cerpen tingkat sekolah sehingga aku sempat dikirim mewakili sekolah ke tingkat kabupaten. ups, cerpen aku kalah.

dari situ aku mulai down lagi. aku mulai tidak mau menulis, karena tulisanku ternyata biasa saja dibanding dnegan tulisan sang juara menulis saat itu.

ditambah lagi, ternyata untuk menulis kita perlu memahami beragam aturan yang harus dipatuhi. ga boleh ngasal, ga boleh seenak udel.

meskipun demikian, tulisan2 seenak udelku pernah dibajak temanku sendiri. lebih tepatnya diplagiasi. ah, itu sekitar tahun 2000an, saat isu plagiarisme belum setenar sekarang.

dari situ aku juga mulai kesal untuk menulis. aku sampai gatau aku mau nulis apa untuk tetap bisa mengeluarkan apa isi otak dan perasaanku.

nulis diary. ga ada yang baca kok. santai aja. tapi kan diary ga terpublish ya kan?

aku saat itu masih gila sama yang namanya terkenal. maka aku nyoba ngeblog. setiap hari aku punya ide, selalu ada ide, tetapi saat buka layar putih, semua ilang. sama sekali ga ada keinginan buat nulis semua itu.

yah, aku tetap nulis kok. nulis di timeline nulis dimana saja sesukaku. di blog ini maupun di blog tumblr.

masuk bangku kuliah, kurasakan nulis semakin susah. semakin ga bisa membuat aku lepas buat menuliskan apa saja. harus tema ini itu dan sebagainya.

fak.

keberhasilanku ya itu, nulis skripsi. yang mungkin kalo sekarang dibaca masih mesem-mesem isinya bagaimana.

sekarang aku juga lagi nulis lagi, lanjutan skripsi, dan beberapa tulisna yang seharusnya 'akademik' banget.

ah kenapa sih kenapa. harus ada aturan kaya gtu. toh sekalinya ada tulisan yang pake EYD yg baik dan benar, belum tentu aku bisa mudeng sama maksud tulisan itu. apalagi kalo udah pake kata-kata yang not so down to earth.

lalu bagaimana? ya aku sedang belajar. entah kenapa nulis juga butuh belajar. karena nulis juga ternyata media kita berkomunikasi dg orang lain. kita mesti berasumsi kalo kita jadi orang lain dan baca tulisan kita, bakalan mudeng atau ga. kaya kamu baca tulisnaku kali ini lah.


aku menulis karena aku bukan anak raja
aku menulis karena aku ada
aku menulis karena tak semua hal bisa aku lakukan untuk menyatakan apa yang hanya bisa aku sampaikan lewat tulisan. 




January 13, 2014

AKU TAKUT




Aku manusia aku punya ketakutan
Ketakutan yang belum sempat terjadi tapi pasti akan terjadi
Aku takut menjadi dewasa dengan cepat
Aku takut jika nafsu-nafsu yang ada di dalam tubuh ini menjalar dan menguasai pikiran serta hatiku
Aku takut jika idealisme berdasar teori dan kenyataan aktual yang aku bangun selama ini hancur
Aku takut jika tumpukan uang mengaburkan pandanganku tentang masa depan anak-anak jalanan dan penduduk pinggiran sungai
Aku takut jika keputusan yang aku ambil hanya berdasar kepentingan sesaatku demi wajahku di khalayak umum
Aku takut jika aku sudah duduk di kursi empuk itu aku tertidur dan lupa untuk bangun mendengarkan cacing yang berdendang di dalam perut mereka
Aku takut jika aku masih berani tampil di layar kaca padahal aku melanggar janjiku pada mereka
Aku takut jika dunia atas sana lebih berbahaya dibanding hutan belantara maka aku menjadi salah satu penghuninya
Aku takut jika aku bukanlah aku yang saat ini sedang menulis tulisan ini sembari memikirkan kacaunya tanah air yang sedang aku duduki ini

Kata yang Terjual

Bisa tidak, aku menjual kata-kata, kmeudian kamu membelinya?
Gajimu itu tak akan habis untuk membeli kata-kata ini
Tidak akan mahal seperti harga gas LPG
Tidak akan pernah naik seperti harga apartemen
Meskipun murah, aku tidak akan memberikannya cuma-cuma ketika aku tak berhasil membujukmu untuk membelinya
Kata-kata ini tak akan pernah ada duanya
Aku tahu kamu pasti menyukainya
Maka ketika kamu membelinya, kamu dapat menyimpannya
Tapi ketika kemudian kamu ingin membuangnya, jangan pernah kabari aku tentang itu
karena ketika kamu memutuskan untuk membelinya, kata itu sepenuhnya milikmu
sementara aku, tidak perlu lagi tahu
yang aku tahu, cukup, bahwa kamu rela membelinya untuk sempat menjadi pemiliknya

Yogyakarta, 13 Januari 2014, petang dan sedang menunggu hujan reda.
Duet dengan Rara Sekar

January 10, 2014

DIMANA N(e)GERIKU?



Hari ini aku nonton 2 film indonesia yang menurut aku berkualitas. Engga nonton di bioskop juga, nontonnya di leptop. Nemu di hardisk. Ternyata pernah juga ngopy film ini dr file teman. Kedua film tersebut adalah Jamila dan Sang Pesiden serta Alangkah Lucunya (negeri ini). Kedua film tersebut dengar2 sempat mendapat penghargaan entah apa aku kurang paham. Dulu sempat ingin nonton film tersebut tapi karena film indonesia, lagi-lagi aku meletakkan posisinya di urutan paling bawah film yang bakal aku tonton. Ya benar saja, tadi sore habis pulang bimbingan rasanya aku pengen nonton film. Yang tersisadan belum kutonton salah duanya ya film tersebut. 



Kedua film ini adalah film indonesia yang aku bilang keren begete. Jauh dari film setan-setan yang ganjen, film-film komedi porno dan film-film cinta picisan yang isinya rebutan laki-laki. Film ini benar-benar cerita tentang Indonesia. Hal aktual yang terjadi di Indonesia yang bahkan akupun baru menyadarinya tadi setelah nonton. Dari kedua film tersebut aku belajar, bahwa kayaknya bakalan susah banget kalo mau merubah negeri ini. Sudah banyak oknum terkait di dalamnya. Human trafficking, prostitusi, anak jalanan, kriminalitas di jalanadalah maslaah-masalah sosial yang sudah mendarah daging. Susah memutus lingkaran tersebut. Mau mutus salah satu, maka mengorbankan banyak orang. Hal-hal semacam itu terkadang menjadi hal lumrah. Karena apa? Karena kita sudah tak tahu lagi caranya untuk mengembalikan hal-hal tersebut ke kondisi yang lebih baik. 


Misal, untuk PSK, banyak perempuan yang akhirnya jatuh ke jurang prostitusi bukan karena keinginan mereka. Ya siapa sih yang ingin hidup sebagai pelacur? Menjual selangkangan hanya demi lembaran rupiah? Mereka dikucilkan dalam masyarakat, dianggap penyakit, biang dosa, sebuah aib. Tapi di sisi lain, ada pihak-pihak yang mengharapkan kehadiran mereka sebagai pemuas nafsu birahi mereka karena mereka hanya menginginkan one night stand. Tanpa ada tanggung jawab, tanpa ada komunikasi lanjut. Jadi ingat lirik lagu kupu-kupu malam yang sempat dipopulerkan Peter pan (sebelum berubah menjai noah):


Ada yang benci dirinya

Ada yang butuh dirinya

Ada yang berlutut mencintanya
Ada pula yang kejam menyiksa dirinya
...

 

Mereka bekerja bukan hanya modal jual diri saja. Mereka memiliki agen, ah nama kerennya mucikari, germo ato mama-mama. Agen inilah yang yang mengelola mereka. Agen ini menyediakan bilik-bilik asmara, jaminan kemanan, tempat bermukim bagi para PSK. Tapi di sisi lain, agen ini adalah lintah darat. Mereka adalah pihak yang mengambil untung lebih besar daripada si PSK nya sendiri. Tarif yang dipatok PSK pada pelangganya sebagian besar akan masuk ke kantong para agen. PSK yang bekerja hanya mendapat sekian persen (kurang dari 50%) pendapatan yang mereka dapatkan dari hasil kerjanya. Ya gimana lagi? Kemsikinan yang sudah menjerat keluarga mereka di kampung meminta uang yang terus mengalir. Keluarga di kampung mungkin ga akan pernah tau darimana asal uang tersebut. 


Mengapa mereka tidak memilih bekerja hal yang lain? Sudah banyak program-2 yang ditawarkan LSM dan departemen Sosial bagi para mbak-mbak ini, tetapi pelatihan-pelatihan menjahit, memasak, merias tidak menarik bagi mereka. Uang yang diperoleh tidak akan sebanyak yang dihasilkan pekerjaan mereka saat ini meskipun sudah dipotong oleh agennya. Lagian kalo mau wirausaha, butuh modal. Siapa yang mau memberikan modal bagi mereka? Apalagi status sosial mereka di masyarakat yang sudah terlanjur jatuh. Siapa yang mau membeli hasil karya mereka jika mereka kelak memilih berwirausaha? Lagi-lagi kepercayaan masyarakat pada mereka. Masyarakat sudah mengkotak-kotakan manusia berdasarkan masa lalunya. Padahal menurutku, lebih baik mantan maling daripada mantan ustadz. Lebih baik dulunya orang ga bener trus jadi baik, daripada dulunya orang baik sekarang malahan jadi orang jahat. Jeratan agen PSK inilah yang sebenarnya susah diselesaikan. 


Well, kenapa aku ngerti banget masalah perPSKan? Hal-hal semacam ini adalah hal-hal kemanusiaan yang ga tabu lagi lah kalo dibicarakan. Media elektronik, cetak, melalui tayangan tivi, berita, koran serta film menceritakan semuanya. Bahkan ada salah satu mata kuliah yang pernah membahas bahasan ini.
Lagi-lagi kemiskinan ya, yang menjadi masalah pertama dan utama mengapa semua masalah sosial serta masalah-masalah lain terjadi. Kapan rakyat indoensia bisa kaya semua, sehingga tidak perlu ada lagi berita kriminal di televisi?


Setelah menonton kedua film ini jadi miris sekaligus sedih. Apa yang bisa kita lakukan dengan permasalahan di sekitar kita? Tegakah kita berpangku tangan melihat anak-anak kecil dengan lihainya nyopet sana –sini? Tegakah kita melihat anak-anak dan perempuan dijual ke luar negri sebagai pekerja seks komersial di usia dan keterbatasan yang mereka miliki? Oh plis.
Di bagian terakhir film Alangkah lucunya (negriku ini) aku nangis. Closing film ini menggunakan lagu Tanah Air karya Ibu Sud. Saat wisuda juga sempat dilantunkan lagu ini, aku menetes. Teringat betapa tinggi dan megah cita-citaku untuk menjadi ekspatriat di luar negeri. Memilih hidup, tinggal di luar negeri. Di negeri-negeri yang kata orang hebat. Meninggalkan negeri sendiri, tempat dimana aku lahir, makan, minum serta tumbuh. Betapa kurang ajarnya aku sebagai warga negara aku hanya ‘numpang’ saja. Setelah berhasil malah minggat ke tempat orang.  


Liriknya semacam ini:


Tanah airku tidak kulupakan
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidak kan hilang dari kalbu
Tanah ku yang kucintai
Engkau kuhargai
*courtesy of LirikLaguIndonesia.Net
Walaupun banyak negri kujalani
Yang masyhur permai dikata orang
Tetapi kampung dan rumahku
Di sanalah kurasa senang
Tanahku tak kulupakan
Engkau kubanggakan


Lalu apa yang akan kita lakukan, teman-teman?


This note inspired by:

January 2, 2014

2014

Ini postingan pertama untuk 2014. Kemarin baru saja tahun baru, udah niat banget buat ikutan ngumpul bareng sama teman-teman di kontrakan Jati yang baru di daerah Gamping, trus malamnya nginep di rumah Ayu. Tapi habis maghrib, habis mandi tepatnya pusing tujuh keliling, aku mesti batal buat ikutan bakar-bakar ayam dan sosis.

Sendiri di kamar dan tanpa makanan (akhirnya dibeliin sama aping), aku nonton kelanjutan Drama series Desperate housewives season 1. Season 1 isinya tentang rahasia yang dimiliki Marie Alice Young dan suaminya, Paul Young yang mengakibatkan Mari Alice bunuh diri.

2014 ini, ga begitu banyak pengharapanku. Lulus dengan gelar baru (gelar yang akhirnya akan menambah namaku menjadi panjang banget di undangan nikahan kalo aku mau nyantumin), dan dapet kerjaan.
Pasangan, Res?
Ups, i dont wanna discuss about it a lot. Dari tahun ke tahun semenjak aku putus dengan si Kucing 2010 lalu, aku selalu punya resolusi buat dapetin pacar di setiap tahun baru. Ya,,,,yang aku dapetin cuma gebetan-gebetan yang mengecewakan. Terakhir pacaran yan 2013 itu, with my mr.perfect obsession. Itu juga kandas. Mungkin niatku salah. Aku mencari pacar. Dengan usia yang selalu disindir dengan kehadiran calon suami, udah basi banget rasanya kalo aku masih mikirin kaya gitu. Let's get a date for real. But, i dont wanna have a date. I need something serious. Going date just waste my time. I wanna run for my carreer.

So, pengharapan buat 2014, sedang mengusahakan nih dari sekarang. Yang pasti aku lagi minggu tenang.
Semoga taun ini taun terakhir aku ada di kampus. Aku bakalan melihat dunia baru juga tahun ini, ketemu orang-2 hebat dimana aku bisa belajar dari mereka, melakukan hal-hal baru yang mungkin belum pernah aku lakukan sebelumnya, yang pasti tetap jd diri sendiri, stay empty, keep calm and learning.

Masuk Sekolah

  Assalamualaykum teman-teman blog! Sudah lama sekali ga menyapa lewat blog, alasan klasik tolong diterima ya.                          ...