Aku dan kamu berbeda
seperti kertas linen dan kertas karton
seperti warna merah dan warna kuning
seperti spidol dan pulas
seperti telur dan daging
Kita tidak berbandingan
Kita berada dalam garis yang sama
Kita meretas hari bagai sebuah tantangan
Kita berpijak dengan kaki yang berbeda
Berjalan bertumpu pada tumpukan mimpi-mimpi besar
Semua bukan keterikatan
Kita hanya mencoba
Keambiguan dan kebohongan biarlah Tuhan yang tahu
Kamu bukan sempurna
Aku juga
Kita terlena dunia
Menyiksa perasaan dan harapan
Membentuk sebuah trauma untuk dipasrahi
Menyeka peluh perjalanan
Berbincang dengan bahasa yang tak bisa kita mengerti
Semua ini berbeda
Kita berbeda
Seperti premium dan pertamax
Seperti jelaga dan asap
Seperti balon dan kelereng
Seperti itu mungkin kita berbeda
June 22, 2013
Sabtu Siang
Jadwal pemadaman listrik yang baru aku sadari berlangsung hari ini, sabtu pukul 9 pagi hingga 1 siang, cukup membuat aku menjadi seonggok tubuh perempuan muda yang tergeletak di kamar tanpa kejelasan.
Well, kenapa pemadaman kali ini tidak ada pengumuman dari bapak-bapak masjid pas subuh tadi? Biasanya habis subuh sekitar jam 6 an, jika ada kabar lelayu dan kabar-kabar lainnya maka akan diberitakan lewat toa.
Aku mengetahui pengumuman tersebut lewat akun twitter info jogja kalau tidak salah. Bagian Jogja utara pemadaman bergilir hari sabtu 22 juni 2013 pukul 9-13. Yang termasuk wilayah Jogja utara adalah wilayah tempat tinggalku saat ini. Pondok Dzalila. Tempat kos sekian belas perempuan muda yang cantik dan enerjik. Termasuk aku. Pastinya.
Aku menyadari pemadaman saat sedang asyik nulis materi blog, lalu laptop menunjukkan tanda-tanda akan habis baterai. Kemudian ku ambil charger laptop di atas kabinet dan kupasangkan. Aku tidak curiga apapun, hingga tiba-tiba notifikasi datang dari ujung bawah kanan layar laptop, yang memberi tahu daya baterai tinggal 20% aku dianjurkan untuk mencolokkan laptop ke stop kontak. Aku langsung curiga kenapa sudah aku colok sekian lama notif tersebut muncul. Aku nyalakan lampu tidur yang ada di bawah, mati. Aku mencoba menyalakan kipas angin, sama saja, mati. Ini pemadaman.
Dengan sedikit tdiak peduli aku melanjutkan mengetik dan mendengarkan lagu dari winamp. Sekian menit kemudian, notifikasi muncul di layar. Daya baterai tinggal 7%. Ahsudahlah. Aku close semua windows yang aku buka dan mematikan sambungan internet.
Aku meraih handphone yang masih terisi daya baterai sekitar 80% dan berselancar ke twitter hingga akhirnya menemukan pengumuman jahat tersebut.
Ingin rasanya ngungsi ke perpustakaan kampus untuk sekedar main-main dan nebeng ngecharge laptop. Aku berlari ke kamar mandi. Bak kosong. Menyalakan kran, mati. Iya mati lampu menghentikan segalanya. Mana mungkin aku dengan tampang seperti cucian kotor 3 hari datang ke perpus dengan pede nya dan nangkring di kerumunan teman-teman yang pastinya mereka sudah mandi dan mungkin menyadari bahwa hari ini pemadaman.
Bersungut-sungut aku kembali ke kamar, meraih novel dengan judul Garis Perempuan yang sedari beberapa malam menjadi teman tidurku dan belum sempat aku selesaikan hingga halaman 300.
Hidupku selo sekali hari ini. Aku ingin jalan-jalan. Hari ini sudah janjian sih, mau main ke Pasar Kangen di TBY bareng temen2. Tapi melihat kondisi langit yang penuh kejutan, aku tidak bisa memberi jaminan nanti pukul 4 sore tidak akan turun hujan badai seperti 2 hari yang lalu.
Aku kelaparan, aku mengambil chitato yang aku simpan di atas rak makanan dan menghabiskannya dalam tempo yang cepat. LAPAR.
Aku kemudian bergulung-gulung di lantai, sungguh tidak berguna. Sesekali aku menghela nafas panjang, memikirkan beberapa kejadian yang terjadi padaku beberapa waktu terakhir. Kejadian yang seharusnya menjadi sebuah kebahagiaan dan kebanggaan, lama-kelamaan semakin kering dan renyah. Dia mungkin juga menyadari. Sadar sejak awal bahwa aku memiliki sensitivitas humor yang rendah. Meskipun sebenarnya aku adalah anak yang penuh kehumoran, mungkin stream humor kami berbeda. Aku makin bingung.
Kuhirup aroma kamarku, wangi perempuan muda yang lembut. Aroma pewangi seprei baru aku ganti dan beberapa aroma produk perawatan tubuh yang berada di atas rak buku. Aroma tersebut mengalahkan aroma pewangi ruangan yang bernuansa apel yang selalu aku gantung di depan kipas angin.
Wangi ini mengingatkanku untuk kesekian mimpi yang saat ini sedang aku bangun perlahan. Mimpi yang semestinya menjadi tujuan utama mengapa aku memilih menjadi seperti ini.
angi ini memiliki sejuta rahasia. mengantarkanku pada sebuah imajinasi liar tentang masa depan. Kemudian mataku mulai beralih ke beberapa tulisan penyemangat yang aku pasnag di pintu lemari pakaian yang menghadap dipanku. Beberapa tulisna yang mengisyaratkan bahwa aku mandiri yang teguh pada prinsip dan tidak akan patah semangat. Bendera jerman dan amerika yang aku pasang di pintu lemari bukan bukti aku tidak cinta Indonesia. Tapi itu adalah mimpi. Aku cinta Indonesia. Mungkin masih sebatas cinta dalam wujud KTP. Bahkan e-KTP pun aku belum jadi.
Aku kembali membaca novel tersebut, mengingatkan pada kepedihan cerita-cerita perempuan yang sering aku baca di majalah bahkan di film yang sengaja dibuat untuk perempuan. Sebagai perempuan, sebagaimanapun pendidikanmu, tempatmu adalah rumah. Rumah adalah istana dimana seorang perempuan akan mengambil alih komando saat suami bekerja. Bekerja pun harus dengan seijin suami. Meskipun tujuan bekerja bukan hanya sebagai penyokong ekonomi keluarga, bekerja hanya untuk perlambang bahwa perempuan tidak hanya bergantung pada laki-lakipun harus disetujui suami.
Pikiranku melayang. Menjadi perempuan kian susah saat menginjak usia seperti saat ini. Terngiang obrolan teman kos saat dia berdialog dengan temannya 'Tuh kan, jadi cewek tuh ribet." Iya ribet. Mikirnya banyak. Terlebih jika seorang perempuan terbiasa bertindak menggunakan logika, maka untuk menyelesaikan masalah hidupnya daia akn bimbang, logika atau perasaan. Cinta layaknya dihadapi dnegan perasaan, meskipun logika juga harus jalan. Tetapi cinta yang berlandaskan logika tak ubahnya sebuah perjanjian Indonesia dan Belanda di meja bundar di tahun 40an silam.
Aku memilih menjalani perlahan. Mneghitung hari dan tetap menjadi diriku sendiri, Aku tidak mau hanya karena dia, aku harus berubah 180 derajat dan bukan menjadi diri sendiri. Aku adalah perempuan yang sabtu siang ini melakukan muspro luar biasa terhadap waktu-waktuku.
Sabtu siang ini biarlah menjadi refleksi ketakutan ku akan posisi sebagai perempuan yang seharusnya. Biarlah hikmah yang kuambil untuk pemadaman listrik kali ini bukan pemecahan menyelesaikan revisi skripsiku. Tapi perasaan ini masih berkecamuk.
Langit mendung, cerahlah sebentar saja, biarlah aku kembali meyakini bahwa matahri akan tetap bersinar hari ini.
Well, kenapa pemadaman kali ini tidak ada pengumuman dari bapak-bapak masjid pas subuh tadi? Biasanya habis subuh sekitar jam 6 an, jika ada kabar lelayu dan kabar-kabar lainnya maka akan diberitakan lewat toa.
Aku mengetahui pengumuman tersebut lewat akun twitter info jogja kalau tidak salah. Bagian Jogja utara pemadaman bergilir hari sabtu 22 juni 2013 pukul 9-13. Yang termasuk wilayah Jogja utara adalah wilayah tempat tinggalku saat ini. Pondok Dzalila. Tempat kos sekian belas perempuan muda yang cantik dan enerjik. Termasuk aku. Pastinya.
Aku menyadari pemadaman saat sedang asyik nulis materi blog, lalu laptop menunjukkan tanda-tanda akan habis baterai. Kemudian ku ambil charger laptop di atas kabinet dan kupasangkan. Aku tidak curiga apapun, hingga tiba-tiba notifikasi datang dari ujung bawah kanan layar laptop, yang memberi tahu daya baterai tinggal 20% aku dianjurkan untuk mencolokkan laptop ke stop kontak. Aku langsung curiga kenapa sudah aku colok sekian lama notif tersebut muncul. Aku nyalakan lampu tidur yang ada di bawah, mati. Aku mencoba menyalakan kipas angin, sama saja, mati. Ini pemadaman.
Dengan sedikit tdiak peduli aku melanjutkan mengetik dan mendengarkan lagu dari winamp. Sekian menit kemudian, notifikasi muncul di layar. Daya baterai tinggal 7%. Ahsudahlah. Aku close semua windows yang aku buka dan mematikan sambungan internet.
Aku meraih handphone yang masih terisi daya baterai sekitar 80% dan berselancar ke twitter hingga akhirnya menemukan pengumuman jahat tersebut.
Ingin rasanya ngungsi ke perpustakaan kampus untuk sekedar main-main dan nebeng ngecharge laptop. Aku berlari ke kamar mandi. Bak kosong. Menyalakan kran, mati. Iya mati lampu menghentikan segalanya. Mana mungkin aku dengan tampang seperti cucian kotor 3 hari datang ke perpus dengan pede nya dan nangkring di kerumunan teman-teman yang pastinya mereka sudah mandi dan mungkin menyadari bahwa hari ini pemadaman.
Bersungut-sungut aku kembali ke kamar, meraih novel dengan judul Garis Perempuan yang sedari beberapa malam menjadi teman tidurku dan belum sempat aku selesaikan hingga halaman 300.
Hidupku selo sekali hari ini. Aku ingin jalan-jalan. Hari ini sudah janjian sih, mau main ke Pasar Kangen di TBY bareng temen2. Tapi melihat kondisi langit yang penuh kejutan, aku tidak bisa memberi jaminan nanti pukul 4 sore tidak akan turun hujan badai seperti 2 hari yang lalu.
Aku kelaparan, aku mengambil chitato yang aku simpan di atas rak makanan dan menghabiskannya dalam tempo yang cepat. LAPAR.
Aku kemudian bergulung-gulung di lantai, sungguh tidak berguna. Sesekali aku menghela nafas panjang, memikirkan beberapa kejadian yang terjadi padaku beberapa waktu terakhir. Kejadian yang seharusnya menjadi sebuah kebahagiaan dan kebanggaan, lama-kelamaan semakin kering dan renyah. Dia mungkin juga menyadari. Sadar sejak awal bahwa aku memiliki sensitivitas humor yang rendah. Meskipun sebenarnya aku adalah anak yang penuh kehumoran, mungkin stream humor kami berbeda. Aku makin bingung.
Kuhirup aroma kamarku, wangi perempuan muda yang lembut. Aroma pewangi seprei baru aku ganti dan beberapa aroma produk perawatan tubuh yang berada di atas rak buku. Aroma tersebut mengalahkan aroma pewangi ruangan yang bernuansa apel yang selalu aku gantung di depan kipas angin.
Wangi ini mengingatkanku untuk kesekian mimpi yang saat ini sedang aku bangun perlahan. Mimpi yang semestinya menjadi tujuan utama mengapa aku memilih menjadi seperti ini.
angi ini memiliki sejuta rahasia. mengantarkanku pada sebuah imajinasi liar tentang masa depan. Kemudian mataku mulai beralih ke beberapa tulisan penyemangat yang aku pasnag di pintu lemari pakaian yang menghadap dipanku. Beberapa tulisna yang mengisyaratkan bahwa aku mandiri yang teguh pada prinsip dan tidak akan patah semangat. Bendera jerman dan amerika yang aku pasang di pintu lemari bukan bukti aku tidak cinta Indonesia. Tapi itu adalah mimpi. Aku cinta Indonesia. Mungkin masih sebatas cinta dalam wujud KTP. Bahkan e-KTP pun aku belum jadi.
Aku kembali membaca novel tersebut, mengingatkan pada kepedihan cerita-cerita perempuan yang sering aku baca di majalah bahkan di film yang sengaja dibuat untuk perempuan. Sebagai perempuan, sebagaimanapun pendidikanmu, tempatmu adalah rumah. Rumah adalah istana dimana seorang perempuan akan mengambil alih komando saat suami bekerja. Bekerja pun harus dengan seijin suami. Meskipun tujuan bekerja bukan hanya sebagai penyokong ekonomi keluarga, bekerja hanya untuk perlambang bahwa perempuan tidak hanya bergantung pada laki-lakipun harus disetujui suami.
Pikiranku melayang. Menjadi perempuan kian susah saat menginjak usia seperti saat ini. Terngiang obrolan teman kos saat dia berdialog dengan temannya 'Tuh kan, jadi cewek tuh ribet." Iya ribet. Mikirnya banyak. Terlebih jika seorang perempuan terbiasa bertindak menggunakan logika, maka untuk menyelesaikan masalah hidupnya daia akn bimbang, logika atau perasaan. Cinta layaknya dihadapi dnegan perasaan, meskipun logika juga harus jalan. Tetapi cinta yang berlandaskan logika tak ubahnya sebuah perjanjian Indonesia dan Belanda di meja bundar di tahun 40an silam.
Aku memilih menjalani perlahan. Mneghitung hari dan tetap menjadi diriku sendiri, Aku tidak mau hanya karena dia, aku harus berubah 180 derajat dan bukan menjadi diri sendiri. Aku adalah perempuan yang sabtu siang ini melakukan muspro luar biasa terhadap waktu-waktuku.
Sabtu siang ini biarlah menjadi refleksi ketakutan ku akan posisi sebagai perempuan yang seharusnya. Biarlah hikmah yang kuambil untuk pemadaman listrik kali ini bukan pemecahan menyelesaikan revisi skripsiku. Tapi perasaan ini masih berkecamuk.
Langit mendung, cerahlah sebentar saja, biarlah aku kembali meyakini bahwa matahri akan tetap bersinar hari ini.
June 21, 2013
Lipstick
Benda ini menyilaukan masa kecilku
Membuat aku ingin segera dewasa agar bisa memakainya
Kata Ibu anak kecil tidak boleh pake lipstick
Tapi aku suka memakainya untuk mewarnai gambar
warnanya merah dan tegas menyala
memberikan sebuah kekuatan magis bahwa perempuan itu manis dan berani
Lagi-lagi aku suka lipstick
Sebentuk warna padat dan sedikit lembek
tersimpan anggun dalam wadah tabung
Aku memakainya saat ibu tidak ada
aku berpura-pura dewasa
seperti kakak-kakak di televisi yang akan berangkat kuliah
Saat ini Lipstickku sudah ada
Tidak merah tegas menyala
hanya beragam warna kalem yang membuat aku terlihat diam
Terbungkus dalam tabung-tabung yang minimalis
Semakin dewasa aku tak suka warna merah menyala
Mungkin aku sudah lupa perlambang merah pada lipstick tersebut
Mungkin aku sudah tumbuh menjadi pengecut
Aku tak berani memoleskan merah tersebut di bibir
Merah terkesan biasa
Meskipun ibu bilang pilihan lisptickku pucat
Tidak bersemangat
Lipstick akan tetap lipstick
Pewarna bibir yang memberi tanda bahwa pemakainya adalah perempuan
Hiasan yang membuat perempuan terlihat lebih segar
Seperti mereka berendam dalam kolam musim panas di tengah hutan
Merah tak akan tergantikan
Meskipun kali ini tak kupilih warnanya
Aku tetap perempuan yang manis dan berani.
Membuat aku ingin segera dewasa agar bisa memakainya
Kata Ibu anak kecil tidak boleh pake lipstick
Tapi aku suka memakainya untuk mewarnai gambar
warnanya merah dan tegas menyala
memberikan sebuah kekuatan magis bahwa perempuan itu manis dan berani
Lagi-lagi aku suka lipstick
Sebentuk warna padat dan sedikit lembek
tersimpan anggun dalam wadah tabung
Aku memakainya saat ibu tidak ada
aku berpura-pura dewasa
seperti kakak-kakak di televisi yang akan berangkat kuliah
Saat ini Lipstickku sudah ada
Tidak merah tegas menyala
hanya beragam warna kalem yang membuat aku terlihat diam
Terbungkus dalam tabung-tabung yang minimalis
Semakin dewasa aku tak suka warna merah menyala
Mungkin aku sudah lupa perlambang merah pada lipstick tersebut
Mungkin aku sudah tumbuh menjadi pengecut
Aku tak berani memoleskan merah tersebut di bibir
Merah terkesan biasa
Meskipun ibu bilang pilihan lisptickku pucat
Tidak bersemangat
Lipstick akan tetap lipstick
Pewarna bibir yang memberi tanda bahwa pemakainya adalah perempuan
Hiasan yang membuat perempuan terlihat lebih segar
Seperti mereka berendam dalam kolam musim panas di tengah hutan
Merah tak akan tergantikan
Meskipun kali ini tak kupilih warnanya
Aku tetap perempuan yang manis dan berani.
Engineering Ethics
Sudah aku sebutkan sebelumnya (di
postingan bawah) hari ini aku dan hampir setengah anak-anak PWK ikut kuliah EE
di KPFT lantai 2 ruang sidang 2.1 (Pol lengkapnya). Kuliah kali ini layaknya
kuliah agama, KWN, pancasila (sederetan kuliah umum yang harus diikuti
mahasiswa teknik ugm dan bertempat di KPFT), disana ketemu banyak banget anak
dari jurusan lain.
Beranjak dari tempat parkir ke
lantai 2, aku dan Astri berjalan berdua sambil bercanda. Sampai di atas, kami
bertemu mata dengan seseorang (ehem mantan dari teman kami). Ada perasaan
canggung. Padahal mantan temen loh bukan mantan sendiri. Hehe. Aku buru-buru
mengirim pesan pada temanku bahwa mantannya ikut kuliah kali ini. Temanku agak
parno kalo ketemu mantannya. Ah urusan mereka tak usah dibahas ya.
Kuliah yang ternyata dihadiri
sekitar 300 lebih mahasiswa Teknik ini sungguh heboh. Di satu sisi aku teringat
4 tahun lalu saat kami masih maba, ya muka-muka ini, kemudian ketemu lagi pas
ikut kuliah umum ini. Beberapa teman jurusan lain yang lama tidka bertemu agak
sedikit berubah. Hidup 4 tahun di teknik telah memberikan banyak perubahan bagi
penampilan dan pola pikir mereka. Termasuk aku. Penampilan makin rebel,
pemikiran makin amburadul. Haha
Di sisi lain, waw, ada beberapa
senior ganteng jaman dulu yang ikut kuliah kali ini. Bersyukur.
Kuliah EE ini harusnya dimulai
pukul 08.30. tapi kenyataannya dimulai pukul 09.00 lebih beberapa menit. Pengisi
kuliah adalah bapak S dari jurusan JTMI. Orangnya punya twitter. Beliau menampilkan
akun twitternya di power point. Seorang temenku di belakang nyeletuk, akun
twitternya alay. Iya juga sih.
Bapak S ini menjelaskan beragam
perbedaan antara etika, etiket, moral serta hukum. Beliau menjelaskannya
seperti kuliah pada umumnya. Sayangnya beliau suka banget nunjuk mahasiswa. Aku
kurang suka dnegan metode pengajaran seperti ini. Masih mending deh seprodi,
ini se fakultas. Bakal diinget kali sampe mati kalo berbuat kebodohan.
Dari awal kuliah sampe akhir, aku
tidak bisa menangkap keseluruhan pesan bapaknya. Bapaknya dari jursan teknik
mesin dan industri sellau memberikan contoh mengenai bagaimana kita sebagai
sarjana teknik bekerja di perusahaan atau di pabrik. Tidak ada menyinggung
bagaimana kalo kita bekerja di birokrat. Nasib orang kan siapa tau. Lagian bapaknya
terlalu ‘meluruskan’bahwa kami adalah para pekerja di perusahaan dan
pabrik-pabrik. Bukan sebagai seorang ‘agent ofchange’ yang bisa membuat
perubahan dnegan ilmu yang dimiliki. Masih keren kuliah dari Ibu D dari
Geologi. Beliau meskipun berkecimpung di bidang kebencanaan, beliau memberikan
kuliah geologi bencana menjadis ebuah kuliah yang ‘mengajak’ kita bahwa kita
engineer ya kita adalah agen perubahan. Yang memiliki ketrampilan meringankan
pekerjaan atau beban manusia tapi kita memiliki prinsip.
Mungkin Bapak S juga tidak salah,
hanya saja beliau selalu menekankan pada kata perusahaan. Ah yasudahlah. Terasa seperti kami adalah cetakan-cetakan berotak brilian yang siap menjadi budak-budak asing dan menjual aset negara.
cerita dikit
Aku jadi inget dan sempet tertohok sih baca sebuah postingan teman di FB. Sudah lama. Tapi postingan tersebut membekas. Dia bukan berasal dari universitas besar. Tapi kritiknya pantas dan layak ditujukan bagi semua mahasiswa yang berkuliah di beberapa univ besar. Dia menyebutkan UGM, UI, ITB hanya mencetak budak-budak kapitalis yang bekerja pada asing dan menjual aset negara. Padahal mereka pintar dan hebat-hebat. Mengapa mereka tidak bekerja untuk negaranya? Dimana mereka? (mereka refer to mahasiswa UGM, ITB, UI)
Hmpfft. Ini terlalu pukul rata juga kalo ngomong beginian. Ga semua kok yang dari universitas tersebut tadi bekerja untuk asing dan hanya menjadi budak kapitalis. Jangan mengejudge orang hanya karen apa yang kita lihat pada saat ini. Karena ketika kita mengejudge orang, sebenarnya kitalah yang seperti apa yang dijudge kan. Oke well, ngejudge disini konteksnya negatif ya.
cerita end
Aku dan beberapa temanku
berbisik-bisik serius dan mensubstitusikan penjelasan bapaknya dalam bahasa
planner.
Awal kuliah ini kami sempat
terpojokkan dnegan kondisi hasil pekerjaan kamipun tidak Bapaknya tampilkan
dalam slidenya. Beliau hanya menampilkan gambar hape, motor,mobil dan aapa deh
tadi itu. Bahkan anak arsitek pun tidak beliau bahas.
Serta ada satu hal yang aku ga
suka. Penyampaiannya genderisasi banget. Berkali kali bilang ‘bekerja untuk
anak dan istri’. Lalu kami yang perempuan bekerja untuk siapa? Harusnya juga
disampaikan bahwa laki-laki dan perempuan adalah ahli teknik yang profesional. Kultur.
Oke dibahas di lain kesempatan
Tapi yang jelas dari kuliah kali
ini aku mengambil banyak pelajaran bahwa menjadi seorang sarjana teknik yang
profesional, kita memiliki kode etik yang harus dipatuhi. Ga Cuma dokter aja
yang punya kode etik. Bapak S juga menyinggung perkara ‘conflict of interest’. Bahwa sebagai engineer
kita tidak boleh terlibat konflik tersebut. Selain itu, kita harus bisa
membedakan antara profesionalitas serta preferensi dalam melakukan pekerjaan.
Kuliah tadi betul-betul bikin aku
garuk-garuk kepala berkali-kali. Berharap setelah digaruk, otak yang tumpul ini
bisa lancip dan nangkep maksud semuanya.
Semoga dengan adanya kuliah etika
lagi (semester 7 kemarin di prodiku juga ada kuliah etika perencanaan, ini
lebih nyata dan real buat aku dibanding etika engineering hehe)bisa membuat
kami, mahasiswa yang tadi mengikutinya tumbuh menjadi orang-orang yg berguna,
tidak muspro.
Tulisan kali ini terlalu banyak
kritik yang aku sampaikan. Mengkritik orang lain memang lebih mudah. Tapi pada
dasarnya aku sedang mengkritik mata kuliah ini. hehehe
Syelamat Pagiiih Jogjaaah
Judulnya agak lebay.
Iya, dikit.
Bangun dengan perasaan mual karena baru bisa terpejam jam 3 pagi setelah maki-maki smartfren karena lambat mengirim email bukan hal yang baik untuk menyambut hari jumat yang mendung ini.
Menatap nanar tumpukan revisian kemudian kembali menarik selimut karena dinginnya pagi mengutukku untuk menjadi anak yang malas setiap harinya, membuat aku makin berdosa.
Pagi ini kuliah etika engineering.
Kuliah wajib sebelum wisuda. Aku ceritanya habis lebaran mau wisuda. Semua anak menginginkan aku membawa seorang pendamping wisuda. ceritanya mereka ingin aku bahagia. Ah apaan.
Bukan perkara PW atau pendamping wisuda. Tapi perkara kuliah pagi ini yang harus dilalui kurang lebih 2 jam setengah di dalam ruangan yang berisi makhluk2 Teknik yang aku yakin akan didominasi anak-anakPWK.
Aku terungat tadi malam aku janjian dengan Astri. Aku mengirim sms padanya, dan dia lama balesnya. Seketika aku mandi dan mendapati handphone sudah menerima sebuah pesan dari dia.
10 Menit kemudian aku siap dan meluncur meninggalkan kosan. Menemui Astri yang sedang menemani Kentung sarapan. Tumben sekali Kentung sarapan jam 8. Haha.
*Pagi ini aku terlalu banyak melamun.
Kata adikku itu tidak baik. Tubuhku rentan terhadap hal-hal yang tidak tampak. Bisa jadi aku kesurupan. Dih, amit amit. *
Iya, dikit.
Bangun dengan perasaan mual karena baru bisa terpejam jam 3 pagi setelah maki-maki smartfren karena lambat mengirim email bukan hal yang baik untuk menyambut hari jumat yang mendung ini.
Menatap nanar tumpukan revisian kemudian kembali menarik selimut karena dinginnya pagi mengutukku untuk menjadi anak yang malas setiap harinya, membuat aku makin berdosa.
Pagi ini kuliah etika engineering.
Kuliah wajib sebelum wisuda. Aku ceritanya habis lebaran mau wisuda. Semua anak menginginkan aku membawa seorang pendamping wisuda. ceritanya mereka ingin aku bahagia. Ah apaan.
Bukan perkara PW atau pendamping wisuda. Tapi perkara kuliah pagi ini yang harus dilalui kurang lebih 2 jam setengah di dalam ruangan yang berisi makhluk2 Teknik yang aku yakin akan didominasi anak-anakPWK.
Aku terungat tadi malam aku janjian dengan Astri. Aku mengirim sms padanya, dan dia lama balesnya. Seketika aku mandi dan mendapati handphone sudah menerima sebuah pesan dari dia.
10 Menit kemudian aku siap dan meluncur meninggalkan kosan. Menemui Astri yang sedang menemani Kentung sarapan. Tumben sekali Kentung sarapan jam 8. Haha.
*Pagi ini aku terlalu banyak melamun.
Kata adikku itu tidak baik. Tubuhku rentan terhadap hal-hal yang tidak tampak. Bisa jadi aku kesurupan. Dih, amit amit. *
Bahasa Alam
Pernah nonton atau baca Rectoverso?
Firasat adalah salah satu chapter yang ada di dalam novel tersebut dan dipilih untuk diangkat dalam film omnibus yang diproduseri oleh Marcella Zalianti tersebut.
Bicara tentang firasat, di dalam film rectoverso tersebut ada beberapa dialog yang kurang lebih mengatakan bahwa:
Manusia dan alam adalah satu kesatuan, sebuah cycle. Terkadang manusia tidak pernah menyadari apa yang disampaikan alam melalui bahasanya.
Bahasa alam, Firasat.
Sebuah petanda yang hanya manusia bisa rasakan. Tidak semua orang bisa merasakan pertanda tersebut. Beruntung beberapa manusia bisa merasakan. Dan bila itu kamu, sangat beruntung kamu bisa membaca alam. Mengerti kekuatan lewat perasaan.
Meskipun terkadang memiliki hal semacam itu merupakan sebuah gangguan.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Menilik tulisanku sore tadi, tepat di bawah postingan ini, aku mulai menyadari apa makna kegelisahan seharian tadi. mungkin kalian bilang aku lebay. Tapi mau bagaimana lagi? Aku merasakan apa yang mereka katakan bahasa alam. Setiap orang pasti pernah merasakan. Sebuah perasaan yang tak menentu dan entah itu apa hingga akhirnya sebuah kejadian terjadi dan mengkaitkan kegelisahan tersebut dengan sebuah peristiwa.
Sebagian orang mengatakan bahwa itu hanya kebetulan. Sebagian lain percaya itu pertanda, dan sebagian lain tak peduli.
Aku bukan pertama kali memiliki perasaan seperti ini. Hidup dengan kondisi yang bisa 'merasakan lebih' terkadang bukan suatu keberuntungan. Serta tidak semua hal bisa dirasakan. Tuhan masih menjadi pihak yang memiliki kendali. Aku hanya manusia.
Mungkin ada yang bilang aku aneh. Tapi semua manusia terlahir unik. Bila kamu mengatakan bahwa kamu mengakui semua memiliki keunikan kemudian kamu bilang aku aneh, itu adalah sebuah kebalikan yang kamu katakan. Kamu mengkhianati perkataanmu sendiri.
Menjadi orang yang harus 'merasakan' lebih dulu tidak serta merta membuat kita menjadi orang yang sombong atau sok tau. Meskipun orang lain akan berpendapat demikian. Serba salah? Iya. Tapi ini pemberian Tuhan. Harus apa? Bagaimana?
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ketika merasakan hal yang tidak nyaman, pasti ada sesuatu yang aneh atau tidak benar. Benar saja.
Bahkan ketika pertanda itu datang, aku tak bisa mencegah hal tersebut akan terjadi. Tuhan adalah pemegang kendali.
Pertanda adalah sebuah ya tanda...bahwa kita harus bersiap-siap mungkin akan terjadi sesuatu yang mungkin diluar bayangan dan ekspektasi kita sebagai manusia.
Beberapa orang mungkin tidak percaya bila diceritakan perihal indera ke enam atau masalah firasat. Semua berpikir bahwa itu hanya mengada-ada dan mencari alasan. Yasudahlah, disimpan dalam diri sendiri dan menjadi pengingat diri sendiri serta lingkungan.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dan aku, lega saat kegelisahan sesorean tadi terjawab barusan. Aku hanya bisa ber'OH'. Lalu bisa apa? Kembali hal ini aku kembalikan pada Sang Pemegang Kendali.
Biar Dia menunjukkan hal lain tanpa aku harus meminta. Entah itu sesuai harapan atau bahkan diluar harapan. Entah itu biasa saja atau bahkan sangat menggemparkan (ah lebay).
Bahasa alam, sebaiknya memang bisa dirasakan. Karena setiap manusia mempuanyai kemampuan membaca alam. Kita adalah satu kesatuan dengan alam. Sama-sama ciptaan Tuhan yang mengisi bumi.
Mungkin aku tak boleh mengeluh atau merasa lelah dengan kemampuan membaca ini semua. Meskipun aku tak pernah tau apa sebenarnya artinya. Ah yasudahlah.
Sampah kedua dalam sekali periode ngeblog, sangat luar biasa. Menepikan revisian dan laporan serta persiapan ujian mid jerman besok. Oh well. That was so me.
Firasat adalah salah satu chapter yang ada di dalam novel tersebut dan dipilih untuk diangkat dalam film omnibus yang diproduseri oleh Marcella Zalianti tersebut.
Bicara tentang firasat, di dalam film rectoverso tersebut ada beberapa dialog yang kurang lebih mengatakan bahwa:
Manusia dan alam adalah satu kesatuan, sebuah cycle. Terkadang manusia tidak pernah menyadari apa yang disampaikan alam melalui bahasanya.
Bahasa alam, Firasat.
Sebuah petanda yang hanya manusia bisa rasakan. Tidak semua orang bisa merasakan pertanda tersebut. Beruntung beberapa manusia bisa merasakan. Dan bila itu kamu, sangat beruntung kamu bisa membaca alam. Mengerti kekuatan lewat perasaan.
Meskipun terkadang memiliki hal semacam itu merupakan sebuah gangguan.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Menilik tulisanku sore tadi, tepat di bawah postingan ini, aku mulai menyadari apa makna kegelisahan seharian tadi. mungkin kalian bilang aku lebay. Tapi mau bagaimana lagi? Aku merasakan apa yang mereka katakan bahasa alam. Setiap orang pasti pernah merasakan. Sebuah perasaan yang tak menentu dan entah itu apa hingga akhirnya sebuah kejadian terjadi dan mengkaitkan kegelisahan tersebut dengan sebuah peristiwa.
Sebagian orang mengatakan bahwa itu hanya kebetulan. Sebagian lain percaya itu pertanda, dan sebagian lain tak peduli.
Aku bukan pertama kali memiliki perasaan seperti ini. Hidup dengan kondisi yang bisa 'merasakan lebih' terkadang bukan suatu keberuntungan. Serta tidak semua hal bisa dirasakan. Tuhan masih menjadi pihak yang memiliki kendali. Aku hanya manusia.
Mungkin ada yang bilang aku aneh. Tapi semua manusia terlahir unik. Bila kamu mengatakan bahwa kamu mengakui semua memiliki keunikan kemudian kamu bilang aku aneh, itu adalah sebuah kebalikan yang kamu katakan. Kamu mengkhianati perkataanmu sendiri.
Menjadi orang yang harus 'merasakan' lebih dulu tidak serta merta membuat kita menjadi orang yang sombong atau sok tau. Meskipun orang lain akan berpendapat demikian. Serba salah? Iya. Tapi ini pemberian Tuhan. Harus apa? Bagaimana?
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ketika merasakan hal yang tidak nyaman, pasti ada sesuatu yang aneh atau tidak benar. Benar saja.
Bahkan ketika pertanda itu datang, aku tak bisa mencegah hal tersebut akan terjadi. Tuhan adalah pemegang kendali.
Pertanda adalah sebuah ya tanda...bahwa kita harus bersiap-siap mungkin akan terjadi sesuatu yang mungkin diluar bayangan dan ekspektasi kita sebagai manusia.
Beberapa orang mungkin tidak percaya bila diceritakan perihal indera ke enam atau masalah firasat. Semua berpikir bahwa itu hanya mengada-ada dan mencari alasan. Yasudahlah, disimpan dalam diri sendiri dan menjadi pengingat diri sendiri serta lingkungan.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dan aku, lega saat kegelisahan sesorean tadi terjawab barusan. Aku hanya bisa ber'OH'. Lalu bisa apa? Kembali hal ini aku kembalikan pada Sang Pemegang Kendali.
Biar Dia menunjukkan hal lain tanpa aku harus meminta. Entah itu sesuai harapan atau bahkan diluar harapan. Entah itu biasa saja atau bahkan sangat menggemparkan (ah lebay).
Bahasa alam, sebaiknya memang bisa dirasakan. Karena setiap manusia mempuanyai kemampuan membaca alam. Kita adalah satu kesatuan dengan alam. Sama-sama ciptaan Tuhan yang mengisi bumi.
Mungkin aku tak boleh mengeluh atau merasa lelah dengan kemampuan membaca ini semua. Meskipun aku tak pernah tau apa sebenarnya artinya. Ah yasudahlah.
Sampah kedua dalam sekali periode ngeblog, sangat luar biasa. Menepikan revisian dan laporan serta persiapan ujian mid jerman besok. Oh well. That was so me.
June 20, 2013
Hujan
Sore ini terlalu singkat jika aku jelaskan selesai pulang seminar dan makan siang aku melemparkan tubuhku ke dipan kosku setinggi 15 cm dari lantai.
Iya sih, aku pulang, perasaanku lagi campur aduk banget, karena dpt mention di Path oleh dosen penguji. Ah yasudahlah.
Tanpa berganti pakaian aku tenggelam dalam bantal-bantal dan merasuk ke dunia mimpi.
Beberapa saat kemudian tanganku meraih-raih ponselku yang ternyata di bawah leherku sendiri. Mengecek notifikasi di layar bagian paling atas apakah ada Whatsapp masuk atau kah tidak.
Lalu aku lanjutkan tidur lagi. Hingga 1 jam mungkin aku dengar suara air hujan menghambur luar biasa di luar jendela kamarku. Aku rasa ada badai. Dengan langkah gontai aku berjalan keluar. Melihat deretan sepatuku yang sengaja aku susun di samping pintu kamarku basah semua. Terutama sepatu H&W yang aku beli di Koln setaun lalu. Sayang kulitnya. Ah. Sepatu-sepatu cantikku basah.
Aku mengangkat rak sepatuku menjauh dan kuletakkan di samping jemuran komunal. Lalu aku kembali masuk kekamar. Masih melihat jam tangan yang belum sempat aku lepas, aku mengirim sebuah pesan via whatsapp. Lalu aku masuk ke menu di ponselku dan melihat deretan berita di lini masa twitter. Perasaanku masih tidak karuan. Hujan semakin kencang dan deras. Beberapa teman memberitakan beserta gambar di luar sana. Akhir-akhir ini Jogjakarta sedang akrab dnegan hujan badai. Aku bukan tak suka, tapi hujan membuat aku sedikit kacau. Hujan menemani perasaan setiap orang yang tak bisa berbuat apa-apa seperti aku sekarang.
Hujan.
Kiriman air dari Tuhan yang tak perlu kita membelinya. Kita hanya bisa menatap langit dan berkata terimakasih Tuhan atas limpahanMu.
Dengan sedikit terpaksa aku mengganti jeans dan kemejaku siang ini dnegan celana pendek dan kaos yang dari tadi pagi aku lempar diatas kasur. Saat tidur tadi mereka tertimpa badanku. Kucium, masih wangi. Wangi laundry langgananku yang aku rela menunggu 2 hari supaya pakaian2 ini kering semua dan bisa dipakai. Kebiasaanku saat musim hujan adalah aku malas mencuci. Aku bilang percuma nyuci pas hujan. Sering lupa ada jemuran dan tentu saja malas bersentuhan dnegan air.
Aku menatap laptopku di atas meja. Aku meyalakannya dan mulai mengklik internet. Tak lama internet tersambung, aku membuka email. Ada sedikit rasa menyesal menolak tawaran magang di suatu lembaga yang aku sudah inginkan sejak dulu. Aku harus datang ke Jakarta tanggal 25. Aku UAS. Aku tak bisa. Lagipula kenapa harus Jakarta?
Aku mulai membaca berita di situs web koran nasional. Masih soal ekspor impor daging sapi dan tentu saja BBM. Kepala ini masih berputar, merefresh memory terakhir yang tersimpan. Yaitu materi smeinar siang tadi.
Hujan kali ini deras sangat deras. Tak lama mereda. Tapi tak seperti perasaanku. Semakin aku berselancar di dunia maya aku semakin tak menentu. pikiranku belum menetap di tempat yang semestinya.
Pikiran ini melayang jauh, melesat hujan ke sebuah tempat yang mungkin aku pun tak tau harus berbuat apa.
Terkadang, aku berpikir sepandir apakah diri ini? Mengapa aku tidak pernah bisa membedakan mana mimpi dan mana kenyataan? Mengapa aku harus terjebak dalam sebuah situasi yang kadang tidak pernah aku pikirkan sebelumnya,meskipun pernah suatu ketika aku memintanya?
Berulang aku meminta ampun pada Tuhan.
Dosa ini hanya perbuatan manusia, aku. Sore ini mungkin bukan hanya langit yang bermuram durja. Tapi wajahku juga. Harusnya tidak seperti ini. Tadi pagi aku sangat bersemangat. Berkali-kali aku tersenyum lebar di cermin yang tergantung setinggi tubuhku di samping meja belajarku.
Hujan,
Bila hati ini merasa tak nyaman saat aku bangun karena mendengar suaramu, Would You Like To Fix It?
Iya sih, aku pulang, perasaanku lagi campur aduk banget, karena dpt mention di Path oleh dosen penguji. Ah yasudahlah.
Tanpa berganti pakaian aku tenggelam dalam bantal-bantal dan merasuk ke dunia mimpi.
Beberapa saat kemudian tanganku meraih-raih ponselku yang ternyata di bawah leherku sendiri. Mengecek notifikasi di layar bagian paling atas apakah ada Whatsapp masuk atau kah tidak.
Lalu aku lanjutkan tidur lagi. Hingga 1 jam mungkin aku dengar suara air hujan menghambur luar biasa di luar jendela kamarku. Aku rasa ada badai. Dengan langkah gontai aku berjalan keluar. Melihat deretan sepatuku yang sengaja aku susun di samping pintu kamarku basah semua. Terutama sepatu H&W yang aku beli di Koln setaun lalu. Sayang kulitnya. Ah. Sepatu-sepatu cantikku basah.
Aku mengangkat rak sepatuku menjauh dan kuletakkan di samping jemuran komunal. Lalu aku kembali masuk kekamar. Masih melihat jam tangan yang belum sempat aku lepas, aku mengirim sebuah pesan via whatsapp. Lalu aku masuk ke menu di ponselku dan melihat deretan berita di lini masa twitter. Perasaanku masih tidak karuan. Hujan semakin kencang dan deras. Beberapa teman memberitakan beserta gambar di luar sana. Akhir-akhir ini Jogjakarta sedang akrab dnegan hujan badai. Aku bukan tak suka, tapi hujan membuat aku sedikit kacau. Hujan menemani perasaan setiap orang yang tak bisa berbuat apa-apa seperti aku sekarang.
Hujan.
Kiriman air dari Tuhan yang tak perlu kita membelinya. Kita hanya bisa menatap langit dan berkata terimakasih Tuhan atas limpahanMu.
Dengan sedikit terpaksa aku mengganti jeans dan kemejaku siang ini dnegan celana pendek dan kaos yang dari tadi pagi aku lempar diatas kasur. Saat tidur tadi mereka tertimpa badanku. Kucium, masih wangi. Wangi laundry langgananku yang aku rela menunggu 2 hari supaya pakaian2 ini kering semua dan bisa dipakai. Kebiasaanku saat musim hujan adalah aku malas mencuci. Aku bilang percuma nyuci pas hujan. Sering lupa ada jemuran dan tentu saja malas bersentuhan dnegan air.
Aku menatap laptopku di atas meja. Aku meyalakannya dan mulai mengklik internet. Tak lama internet tersambung, aku membuka email. Ada sedikit rasa menyesal menolak tawaran magang di suatu lembaga yang aku sudah inginkan sejak dulu. Aku harus datang ke Jakarta tanggal 25. Aku UAS. Aku tak bisa. Lagipula kenapa harus Jakarta?
Aku mulai membaca berita di situs web koran nasional. Masih soal ekspor impor daging sapi dan tentu saja BBM. Kepala ini masih berputar, merefresh memory terakhir yang tersimpan. Yaitu materi smeinar siang tadi.
Hujan kali ini deras sangat deras. Tak lama mereda. Tapi tak seperti perasaanku. Semakin aku berselancar di dunia maya aku semakin tak menentu. pikiranku belum menetap di tempat yang semestinya.
Pikiran ini melayang jauh, melesat hujan ke sebuah tempat yang mungkin aku pun tak tau harus berbuat apa.
Terkadang, aku berpikir sepandir apakah diri ini? Mengapa aku tidak pernah bisa membedakan mana mimpi dan mana kenyataan? Mengapa aku harus terjebak dalam sebuah situasi yang kadang tidak pernah aku pikirkan sebelumnya,meskipun pernah suatu ketika aku memintanya?
Berulang aku meminta ampun pada Tuhan.
Dosa ini hanya perbuatan manusia, aku. Sore ini mungkin bukan hanya langit yang bermuram durja. Tapi wajahku juga. Harusnya tidak seperti ini. Tadi pagi aku sangat bersemangat. Berkali-kali aku tersenyum lebar di cermin yang tergantung setinggi tubuhku di samping meja belajarku.
Hujan,
Bila hati ini merasa tak nyaman saat aku bangun karena mendengar suaramu, Would You Like To Fix It?
June 16, 2013
Dear
Semangat Dear
Mimpi-mimpi besarmu bukan sebuah ketidakmungkinan
Jika kamu mau
Aku akan selalu ada memberimu semangat
Mewujudkan mimpi-mimpimu
Mimpi-mimpi karena kau cinta negeri ini
Mimpi-mimpi yang sebenarnya bisa mendukung impianku juga kelak
Tentang utopianisme negeri kita
Mimpiku tentang kota-kota yang ada disini seperti yang sering aku lihat di buku dan film
Dear
Keberadaanmu bukan hanya menemani hari-hariku
Tapi juga menemani perjalanan pikiran ini
Menjadi lebih terbuka
Menjadi lebih baik
dan Menjadi lebih manusiawi
Dear
Kamu adalah inspirasiku
Karena jika melihatmu, aku merasa bersemangat bahwa mimpiku juga bisa terwujud
Kita bisa berjalan bersama, bahkan berlari bersama jika kamu mau
Dear
Kamu bkan hanya cinta, tetapi cita
Pengharapan, pengetahuan, serta bagaimana aku bisa kembali padaNya
Dear
Jika jalan ini harus terpisah
Kamu dan aku bisa berjalan beriringan tanpa harus bergandengan tangan
Tuhan lebih tau
Mimpi-mimpi besarmu bukan sebuah ketidakmungkinan
Jika kamu mau
Aku akan selalu ada memberimu semangat
Mewujudkan mimpi-mimpimu
Mimpi-mimpi karena kau cinta negeri ini
Mimpi-mimpi yang sebenarnya bisa mendukung impianku juga kelak
Tentang utopianisme negeri kita
Mimpiku tentang kota-kota yang ada disini seperti yang sering aku lihat di buku dan film
Dear
Keberadaanmu bukan hanya menemani hari-hariku
Tapi juga menemani perjalanan pikiran ini
Menjadi lebih terbuka
Menjadi lebih baik
dan Menjadi lebih manusiawi
Dear
Kamu adalah inspirasiku
Karena jika melihatmu, aku merasa bersemangat bahwa mimpiku juga bisa terwujud
Kita bisa berjalan bersama, bahkan berlari bersama jika kamu mau
Dear
Kamu bkan hanya cinta, tetapi cita
Pengharapan, pengetahuan, serta bagaimana aku bisa kembali padaNya
Dear
Jika jalan ini harus terpisah
Kamu dan aku bisa berjalan beriringan tanpa harus bergandengan tangan
Tuhan lebih tau
June 14, 2013
RO-KOK
Barusan banget aku nonton sebuah
video di youtube tentang rokok. Agak selow tadi siang studionya, karena aku
udah ngerjain beberapa kerjaan di kosan. Terus tadi ga ada tambahan kerjaan.
Well, youtube killed my boredness :D
Iseng buka stasiun youtube yang
aku subscribe, merasa bosan nonton stand up comedy, Marcus Butler, dan mbak
Michele Pahn (gini bukan sih nulisnya?). Terus iseng aja gtu buka video iklan
rokok yang ada di pingiran dan eh nemu sebuah video ttg rokok yang durasinya
kurang dari satu jam. Video tersebut dibuat oleh orang luar tentang kondisi
pertembakauan di Indonesia. Setelah nonton video tersebut, aku jadi pengen
banget nulis ini. Silakan baca.
Rokok. Siapapun tau benda yang
berbentuk tabung panjang dengan kertas pembungkus yang mayoritas putih dan di
bagian filternya berwarna cokelat. Benda ini adalah salah satu pembunuh
terbesar di Indonesia maupun dunia. Dengan menghisap benda ini, siapapun bisa
terkena serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin. Bahkan
perokok pasif, yaitu orang-orang yang hanya berada di sekitar perokok aktif
tersebut juga bisa menjadi korban dari keganasan kanker paru-paru.
Rokok yang sampai sekarang masih
belum ada undang-2 yang melarangnya dari pemerintah, masih berstatus menjadi
barang yang mubah. Yaitu bila dilakukan tidak apa-apa dan bila ditinggalkan
akan lebih baik. Oleh karena itu, masih banyak ditemui orang-orang yang merokok
di sekitar kita.
Sebagai mahasiswa teknik,
kegiatan merokok bukan menjadi kegiatan yang jarang bahkan asing bagi mata dan
kepalaku. Aku bukan perokok pastinya. Hanya terkadang menjadi perokok pasif di
antara teman-2 pria yang suka merokok. Itupun tak sengaja. Mana ada niat
jejer-jejer sama orang ngrokok? Ada juga bisa mati sesak nafas. Di kalangan
mahasiswa, merokok menjadi salah satu gaya hidup bahkan menjadi kebutuhan
primer bagi beberapa teman. Tidak hanya buat teman laki-laki, tapi juga teman
perempuan. Awalnya agak kaget dan sedikit risih saat jajan di kantin dan
bertemu beberapa mbak-mbak senior yang saat itu merokok. Tapi kemudian terbiasa
melihat, maka ya jadi biasa saja.
Merokok bisa bikin kecanduan.
Siapapun yang terjebak dalam sebuah candu tembakau akan menjadi pecandu yang
engga tau kapan bisa keluar dari belenggu tersebut. Sehari saja engga ngisep,
katanya sariawan, bibir pait, jadi ga bisa mikir (otaknya ketinggalan kali) dan
alasan-2 lainnya. Tuntutan tugas-tugas
kuliah dan realita kehidupan yang dialami masing2 teman terkadang mendorong
mereka untuk berteman dengan rokok. Beli rokok di kampus tidak susah. Kantin jurusanku
menyediakan dalam bentuk pak-pakan hingga eceran. Selain itu, tawaran rokok dari
teman biasanya menjadi sebuah hal yang menggembirakan buat teman2 yang merokok.
Beberapa teman yang tidak merokok bahkan akhirnya menjadi perokok karena
berbagai alasan, termasuk supaya bisa diterima dalam pergaulan.
Kecanduan mengakibatkan rokok
menjadi salah satu kebutuhan primer selain nasi. Penghasilan bisa separuhnya
dibelanjakan hanya untuk memanjakan mulut dan mengikis paru-paru. Well, bisa
dibilang rokok sebagai pemicu kemiskinan. Bila satu hari menghabiskan 1 bungkus
rokok seharga 10 ribu rupiah, dalam waktu satu bulan maka perokok akan
menghabiskan sekitar 300 ribu rupiah untuk beli rokok.
Betapa rokok menjadi sebuah lambing
pergaulan modern saat ini, termasuk sebagai promotor acara-2 musik berskala local
hingga internasional. Beberapa artis internasional dating ke Indonesia beberapa
tahun terakhir. Tidak tanggung-tanggung artis sekelas Florida dan sebagainya
manggung di Jakarta. Siapa sih yang bisa ngedatengin mereka? Yup. Perusahaan rokok.
Keuntungan dari penjualan rokok mereka di Indonesia, membuat mereka bisa
membayar artis-2 internasional untuk datang menghibur para fans nya di
Indonesia. Melalui acara tersebut pulalah mereka mengeksiskan diri sebagai
brand yang bisa mendukung ‘taste’ anak muda jaman sekarang.
Di sisi lain, beberapa perusahaan
rokok juga memberikan beasiswa pendidikan melalui CSR nya. Beasiswa yang hadir dalam
nominal yang menggiurkan dan kegiatan2 peningkatan karakter pribadi dan
leadership, selalu menjadi incaran bagi beberapa siswa dan mahasiswa untuk
mendapatkannya. Lalu korelasinya apa? Apakah siswa-siswa berprestasi tersebut harus
merokok? Siswa-siswa yang mendapat beasiswa tersebut pastilah anak-anak pilihan
yang secara akademik memiliki nilai-nilai yang baik dan pengetahuan yang baik
pula. Mereka pasti tau rokok itu apa.
Sangat disayangkan sebenarnya
keberadaan rokok di masyarakat. Di satu sisi, rokok adalah pembunuh, di sisi
lain banyak orang bergantung pada produksi rokok serta tawaran2 yang perusahaan
rokok tawarkan.
Indonesia sebagai negara dunia
ketiga bersama negara-negara berkembang lain merupakan pasar rokok terbesar
bagi perusahaan-perusahaan rokok internasional. Harga rokok yang relative lebih
murah dan ketersediaanya yang mudah diperoleh, menjadi sebuah alasan rokok
adalah barang yang mudah diperoleh semudah mencari minuman mineral. Di NYC (my
dream city) harga sebungkus rokok dibandrol sekitar 13 dolar amerika, ya 130
ribuan lebih lah ya kalo kita hitung kurs dolar amerika adalah 10 ribu rupiah. New
York juga merupakan sebuah kota yang melarang warganya untuk merokok selain di
dalam restoran atau kafe. Jadi di tempat-tempat umum terutama di Times Square,
smoking is forbidden. Padahal ya padahaaaal….amerika adalah tempat dimana
Marlboro dibuat oleh Philip Morris yang kemudian meninggal akibat kanker paru-2
akibat rokok yang dibuatnya sendiri. Tragic,
huh?
Di Indonesia, jangankan di kafe,
yaelah di ruang-ruang public saja ngerokok itu bebas-bebas aja. Terutama di
lingkungan institusi pendidikan. Miris. Indonesia dengan jumlah penduduk sekian
ratus juta ini hanya bisa merokok, ya pantes lah berkembang terus ga maju-maju.
Mahasiswa yang belajar ini itu bla bla bla, ngerokok, paru-paru rusak, mati
muda, bangsa ini mau jadi apa?
Aku emang benci rokok dan
perokok. Mungkin ada yang mau nanggepin ‘Kamu belum nyobain sih res, enaknya
ngerokok…’. Well I have. Pernah dulu bgt aku nyobain 2 batang rokok sampoerna
merah, yang menurut beberapa teman2 didaulat sebagai rokok cewek karena
kandungan nikotinnya yang lebih rendah dibanding rokok-2 lain terutama yang
filter. Manis. Rokok seperti oksigen yang seharusnya aku hisap dalam-dalam dan
alirkan lewat paru-paru. 1 batang habis. Aku lanjutkan batang yang satunya. Kemudian
aku berpikir bahwa asap rokok ini, bakalan masuk ke paru-paru. Mengalir dalam
darah. Darahku akan mengandung nikotin! Oh tidak! Bisa-bisa rusak masa depanku
gara-gara 2 batang rokok sialan yang sempat bikin aku batuk2 diawal
perkenalanku dengannya. Buru-buru aku matikan setengah batang rokok tersebut. Aku
semprot kamarku dengan pengharum ruangan, aku bungkus dnegan tisu abu dan
puntung2 rokok tersebut dan segera gosok gigi berkali-kali untuk menghilangkan
jejak-jejak nista ini.
Kenapa sih rokok ga dilarang aja?
Malah ganja dilarang? Aku setuju sama Stand Up comedy nya Pandji Pragiwaksono
yang di sebuah kafe beberapa tahun lalu. Dia mengatakan lebih baik ngganja
daripada ngrokok. Ngganja Cuma bikin lu mikirnya lambat. Tapi rokok bisa bikin
lu impoten. Kalo lu ngganja, lu masih bisa bikin anak meskipun lambat, tapi
kalo lu impoten, lu gabisa bikin anak. Hahahaha. That was a very ridiculous
joke ever. Orang ngganja Cuma buat kesenangan pribadi, dia ga melukai orang
lain. emang sih efeknya saraf. Ya sma aaja lah sama rokok. Yang rugi banyak. Mati
juga.
Lalu yang bergantung sama rokok
buat hidup gimana reeeesss??? Lu jangan ngebacot mulu sok alim ngomongin don’t smoke
don’t smoke tapi lu liat niiih banyak bgt orang2 yang ngegantungin hdupnya dari
tembakau dan rokok.
Kenapa ga cari usaha lain? usaha
lain kan masih banyak selain nanem tembakau dan bikin rokok? Lagian nih ya,
rejeki sih udah diatir sama yang di atas. Tinggal kitanya aja gimana berusaha.
Well, sekali lagi aku mendukung
gerakan anti tembakau di dunia. Pernah di kereta pas perjalanan pulang ke
rumah, aku duduk depan2an sama mas-mas pacaran sm mbak-mbak (yaiyalah, masa
sama mas-mas juga). Mas-mas tersebut ganteng. Terus dia ngerokok. Dari gelagat
dia tsb aku lansgung liatin. Then dia mulai ngerokok. Dan aku beraksi. Aku batuk2
dan berakting sesak nafas. Aku menggapai-gapai masnya ‘maaf mas, saya asma mas,
plis jangan ngerokok disini’. Masnya pergi dan tak pernah kembali lagi. Aku ditoyor
temanku yang duduk di sebelah. Hahaha. Itu aksi saya, mana aksimu?
June 5, 2013
Dear Lord.
Tuhan, bila dunia ini
toko permen, aku ingin meminta Tuhan. Permen yang selama ini aku inginkan. Permen
yang kelezatannya selalu terbayang dalam mimpi dan angan-anganku.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Masuk Sekolah
Assalamualaykum teman-teman blog! Sudah lama sekali ga menyapa lewat blog, alasan klasik tolong diterima ya. ...
-
Kemarin tepatnya hari kamis 14 April 2016 aku main ke Shinkenjuku. FYI, shinkenjuku adalah bimbel matematika yang mengusung tujuan supaya a...
-
Menikah adalah prosesi sakral dan suci yang diharapkan hanya sekali seumur hidup aja terjadi pada setiap manusia. Begitu pula denganku,...