June 21, 2013

Engineering Ethics




Sudah aku sebutkan sebelumnya (di postingan bawah) hari ini aku dan hampir setengah anak-anak PWK ikut kuliah EE di KPFT lantai 2 ruang sidang 2.1 (Pol lengkapnya). Kuliah kali ini layaknya kuliah agama, KWN, pancasila (sederetan kuliah umum yang harus diikuti mahasiswa teknik ugm dan bertempat di KPFT), disana ketemu banyak banget anak dari jurusan lain.

Beranjak dari tempat parkir ke lantai 2, aku dan Astri berjalan berdua sambil bercanda. Sampai di atas, kami bertemu mata dengan seseorang (ehem mantan dari teman kami). Ada perasaan canggung. Padahal mantan temen loh bukan mantan sendiri. Hehe. Aku buru-buru mengirim pesan pada temanku bahwa mantannya ikut kuliah kali ini. Temanku agak parno kalo ketemu mantannya. Ah urusan mereka tak usah dibahas ya. 

Kuliah yang ternyata dihadiri sekitar 300 lebih mahasiswa Teknik ini sungguh heboh. Di satu sisi aku teringat 4 tahun lalu saat kami masih maba, ya muka-muka ini, kemudian ketemu lagi pas ikut kuliah umum ini. Beberapa teman jurusan lain yang lama tidka bertemu agak sedikit berubah. Hidup 4 tahun di teknik telah memberikan banyak perubahan bagi penampilan dan pola pikir mereka. Termasuk aku. Penampilan makin rebel, pemikiran makin amburadul. Haha

Di sisi lain, waw, ada beberapa senior ganteng jaman dulu yang ikut kuliah kali ini. Bersyukur. 

Kuliah EE ini harusnya dimulai pukul 08.30. tapi kenyataannya dimulai pukul 09.00 lebih beberapa menit. Pengisi kuliah adalah bapak S dari jurusan JTMI. Orangnya punya twitter. Beliau menampilkan akun twitternya di power point. Seorang temenku di belakang nyeletuk, akun twitternya alay. Iya juga sih. 

Bapak S ini menjelaskan beragam perbedaan antara etika, etiket, moral serta hukum. Beliau menjelaskannya seperti kuliah pada umumnya. Sayangnya beliau suka banget nunjuk mahasiswa. Aku kurang suka dnegan metode pengajaran seperti ini. Masih mending deh seprodi, ini se fakultas. Bakal diinget kali sampe mati kalo berbuat kebodohan. 

Dari awal kuliah sampe akhir, aku tidak bisa menangkap keseluruhan pesan bapaknya. Bapaknya dari jursan teknik mesin dan industri sellau memberikan contoh mengenai bagaimana kita sebagai sarjana teknik bekerja di perusahaan atau di pabrik. Tidak ada menyinggung bagaimana kalo kita bekerja di birokrat. Nasib orang kan siapa tau. Lagian bapaknya terlalu ‘meluruskan’bahwa kami adalah para pekerja di perusahaan dan pabrik-pabrik. Bukan sebagai seorang ‘agent ofchange’ yang bisa membuat perubahan dnegan ilmu yang dimiliki. Masih keren kuliah dari Ibu D dari Geologi. Beliau meskipun berkecimpung di bidang kebencanaan, beliau memberikan kuliah geologi bencana menjadis ebuah kuliah yang ‘mengajak’ kita bahwa kita engineer ya kita adalah agen perubahan. Yang memiliki ketrampilan meringankan pekerjaan atau beban manusia tapi kita memiliki prinsip.
Mungkin Bapak S juga tidak salah, hanya saja beliau selalu menekankan pada kata perusahaan. Ah yasudahlah. Terasa seperti kami adalah cetakan-cetakan berotak brilian yang siap menjadi budak-budak asing dan menjual aset negara. 

cerita dikit
Aku jadi inget dan sempet tertohok sih baca sebuah postingan teman di FB. Sudah lama. Tapi postingan tersebut membekas. Dia bukan berasal dari universitas besar. Tapi kritiknya pantas dan layak ditujukan bagi semua mahasiswa yang berkuliah di beberapa univ besar. Dia menyebutkan UGM, UI, ITB hanya mencetak budak-budak kapitalis yang bekerja pada asing dan menjual aset negara. Padahal mereka pintar dan hebat-hebat. Mengapa mereka tidak bekerja untuk negaranya? Dimana mereka? (mereka refer to mahasiswa UGM, ITB, UI)

Hmpfft. Ini terlalu pukul rata juga kalo ngomong beginian. Ga semua kok yang dari universitas tersebut tadi bekerja untuk asing dan hanya menjadi budak kapitalis. Jangan mengejudge orang hanya karen apa yang kita lihat pada saat ini. Karena ketika kita mengejudge orang, sebenarnya kitalah yang seperti apa yang dijudge kan. Oke well, ngejudge disini konteksnya negatif ya.

cerita end 

Aku dan beberapa temanku berbisik-bisik serius dan mensubstitusikan penjelasan bapaknya dalam bahasa planner. 

Awal kuliah ini kami sempat terpojokkan dnegan kondisi hasil pekerjaan kamipun tidak Bapaknya tampilkan dalam slidenya. Beliau hanya menampilkan gambar hape, motor,mobil dan aapa deh tadi itu. Bahkan anak arsitek pun tidak beliau bahas. 

Serta ada satu hal yang aku ga suka. Penyampaiannya genderisasi banget. Berkali kali bilang ‘bekerja untuk anak dan istri’. Lalu kami yang perempuan bekerja untuk siapa? Harusnya juga disampaikan bahwa laki-laki dan perempuan adalah ahli teknik yang profesional. Kultur. Oke dibahas di lain kesempatan

Tapi yang jelas dari kuliah kali ini aku mengambil banyak pelajaran bahwa menjadi seorang sarjana teknik yang profesional, kita memiliki kode etik yang harus dipatuhi. Ga Cuma dokter aja yang punya kode etik. Bapak S juga menyinggung perkara  ‘conflict of interest’. Bahwa sebagai engineer kita tidak boleh terlibat konflik tersebut. Selain itu, kita harus bisa membedakan antara profesionalitas serta preferensi dalam melakukan pekerjaan. 

Kuliah tadi betul-betul bikin aku garuk-garuk kepala berkali-kali. Berharap setelah digaruk, otak yang tumpul ini bisa lancip dan nangkep maksud semuanya.
Semoga dengan adanya kuliah etika lagi (semester 7 kemarin di prodiku juga ada kuliah etika perencanaan, ini lebih nyata dan real buat aku dibanding etika engineering hehe)bisa membuat kami, mahasiswa yang tadi mengikutinya tumbuh menjadi orang-orang yg berguna, tidak muspro. 

Tulisan kali ini terlalu banyak kritik yang aku sampaikan. Mengkritik orang lain memang lebih mudah. Tapi pada dasarnya aku sedang mengkritik mata kuliah ini. hehehe

No comments:

Post a Comment

Masuk Sekolah

  Assalamualaykum teman-teman blog! Sudah lama sekali ga menyapa lewat blog, alasan klasik tolong diterima ya.                          ...