June 4, 2022

Jurnal Matrikulasi – Siapkah aku menjadi Ibu Profesional Kebanggan Keluarga? (Zona 3 Misi 5)

 


Bismillah…

Alhamdulillah, masih melanjutkan perjalanan matrikulasi lebih dalam ke Misi 5 dan memasuki zona baru yaitu main course atau hidangan utama. Jujurly, baru melanjutkan menyimak video rekaman materi dari Mba Rusna Meswari atau Mba Una. Qadarullah sejak hari senin anak-anak sakit demam dan diare. Sudah hampir menyerah rasanya mengerjakan tugas jurnal ini. Ingin skip tugas ini, padahal materinya pun belum aku sentuh. Allah mudahkan, Rabu lalu si adik ternyata muncul gejala gawat darurat yang harus segera dibawa ke dokter. Akhirnya kami semua boyong ke dokter untuk memeriksakan kondisi anak-anak kami.

Long story short, sakit ditemukan, terapi rawat jalan di rumah. Alhamdulillah. Tidak perlu opname atau ranap di rumah sakit. Sehari mengkonsumsi obat yang diresepkan, anak-anak sudah kembali ceria dan sakit sudah mulai berkurang. Aku mulai membuka rekaman materi yang sekilas aku baca di grup, katanya “daging banget”. Well, sedaging apa?

Materi kali ini tentang Ibu Profesional Kebanggaan Keluarga. Sekilas, biasa aja ya kalimat tersebut. Nyatanya “gue kayaknya emang jauh dari gelar tersebut, bahkan setetespun ga ada”. Apalagi menjadi kebanggaan keluarga...kok berat sekalii...mengingat aku rasanya kemarin menggagalkan diri menjadi kebanggan orang tua karena pilihanku untuk stay dirumah.

Tanpa berpanjang lebar, mari mencoba menjawab masing-masing pertanyaan sembari berkaca diri. 

 

MAKNA IBU PROFESIONAL MENURUT SAYA

Mengingat bahwa aku masih jauh dari dikatakan professional atau pro menjadi ibu, meskipun demikian aku mencoba memaknai ibu professional sendiri menurutku adalah Ibu yang bisa menjalankan perannya dengan utuh dan tetap belajar terus sepanjang hayat untuk mengupgrade kualitas diri demi keluarga dan pengembangan dirinya pribadi. 

Bila harus menjadi kebanggaan rasanya itu bukan goals utama. Karena menjadi kebanggaan keluarga sendiri terdengar dan terasa berat/beban, sementara tugas menjadi ibu dan istri itu teramat sangat berat.

 

MAKNA IBU PROFESIONAL MENURUT KELUARGA KAMI

Menyimak penjelasan Mba Una tentang bertanya pada anggota keluarga untuk menemukan makna Ibu Profesional, aku pikir “it is ok, nanya ke anak-anak sama suami, gampil.”

Ternyata ga semudah itu, perlu timing yang tepat dalam menanyakan supaya beneran dapet jawaban yang sesuai dan diinginkan. Nanya ke anak, ga mungkin pas anak lagi rewel, pas anak lagi sibuk main, pas anak lagi ngantuk, pas anak lagi laper. Nanya ke suami, ga mungkin mak bedunduk pas dia sampe rumah selepas pulang kerja, dia pas lagi laper, dia pas lagi lembur kerjaan. Mengetahui waktu yang tepat untuk berkomunikasi/wawancara membantu kita menemukan jawaban sebenarnya. 

Ya, Betul, perlu 3 MANTRA yang selalu harus diingat: Ngobrol Bareng, Main Bareng, dan Diskusi bareng. 

Karena setiap hari bersama anak-anak, maka tadi siang ak coba berinteraksi dengan si Sulung dan si Bungsu.

Dalam bertanya dan diskusi dengan anak, aku membebaskan mereka mengutarakan apa saja menurut mereka tentang aku. 

Menurut si Bungsu (2 tahun 4 bulan): Dede suka Ibu Tayo (karena aku punya kaos tayo, dia memanggilku ibu Tayo)….Dede sayang ibu, Dede suka cium Ibu, Ibu imut Ibu cantik.

Menurut si Sulung (4 tahun 10 bulan): Kakak Sukanya ibu yang kaya pas dede masih baby, ga suka marah-marah. Kakak suka ibu yang nemenin kakak main sama mewarnai.Kakak suka masakan ibu.

Aku akui, bahwa setelah memiliki dua anak, ketika si bungsu sudah tau cara meminta perhatian, perhatianku kepada si kakak benar-benar habis terkuras. Belum lagi jika si kakak terkadang melakukan hal yang sering memancing emosi. Setiap hari sumbu pendek terus. Hal ini sebenarnya sudah aku sadari, anger management, self control, mental health ku harus mendapat asupan yang lebih banyak. Maka itu, aku sibuk mengikuti kelas healing yang sudah aku ikuti selama 4 kali pertemuan, total kelas ada 6 pertemuan. Efeknya, alhamdulillah aku menerima banyak insight.

Beberapa kali menghadapi masalah yang mungkin membuat aku burnout aku tahu cara mengatasinya. Mengelola perasaan, pikiran supaya berpikir lebih slow, melambat, menghindari kecanduan binge watch drama, menghindari hal ikut-ikutan. Meskipun suka lupa, meskipun itu berat, diriku sedikit memiliki perubahan. Aku menyukainya. Tidak sabar segera bertemu dengan kelas selanjutnya hingga series ini selesai.

Selanjutnya bertanya kepada suami. Kebetulan suami pulang membawa pekerjaan, jadi aku juga harus bergantian shift mengerjakan jurnal ini. Setelah selesai mengerjakan lemburannya, aku mulai deh bertanya pada suami tentang "menurutmu aku bagaimana?". Seketika suami bingung menjawabnya. Dia menjawab bahwa pertanyaanku memicu prahara. Hehehe. Iya, aku baru sadar jika aku bertanya tentang diriku sendiri, seringkali berakhir aku menjadi baper, ngambek, dan down.Sebab sebelum-sebelumnya akupun pernah bertanya demikian, dengan tujuan untuk evaluasi diri, eh nyatanya diri ini baperan bangeeeetttt....Sehingga kami seperti bersepakat untuk menghindari pertanyaan macam ini untuk kemaslahatan dan kedamaian rumah. Tetapi....aku pernah berjanji pada diriku untuk siap terhadap segala kritik, saran dan masukan, menyikapi dengan dewasa.

Akhirnya aku coba menata wajah ini supaya bisa merayunya menjawab pertanyaan demi bisa menemukan jawaban yang kuinginkan. Benar saja, Amygdalaku ternyata menolaknya. Iya, sebab semua jawaban yang dia berikan bukan jawaban yang menyenangkan bagiku. Otakku lagi-lagi memerintahkan supaya raut wajah tetaplah datar, mata tetaplah bersinar, jangan sampai baper, jangan sampe jadi nangis dan down.

Tetapi itulah kejujuran. Saat itu juga, aku menyadari bahwa aku memiliki lebih banyak kekurangan dibanding kelebihan. Bahkan ketika mengintip tugas teman lain, aku merasa "wah...aku itu beneran ibu apa bukan? Mereka bahkan memiliki kapasitas yang bisa dikatakan hampir menjadi Ibu Profesional, nah aku? I am ZERO". Aku masih kurang memiliki tanggung jawab sebagai ibu. Padahal aku sudah stay di rumah dan tidak bekerja lagi. Memang betul masih mengelola online shop. Ternyata kegiatan tersebut menyita sebagian besar waktuku. Sangat besar.

Aku kembali merenungi peta perjalananku yang sudah aku tulis sebelumnya, ternyata perlu ada perubahan dan perlu ada niat yang besar dalam diri ini. Masih banyak kebiasaan-kebiasaan buruk yang masih aku lakukan. Sepertinya aku masih belum menyadari peranku sebenarnya. Aku seperti masih terbayang masa lalu, terbayang sebagian hal yang aku coba relakan. Menikah selama lebih dari 6 tahun, menjadi ibu hampir 5 tahun dari 2 anak. Aku mencoba berkontemplasi, bahwa selama itukah aku menyia-nyiakan waktuku karena belum move on. Iya, aku menemukan akarnya, aku belum move on. Aku belum rela dan ikhlas melepas mimpi-mimpi yang dulu pernah aku gantungkan. Aku masih kadang berpikir “seandainya”. Beneran peranku belum aku lakukan dengan sebaiknya. Apakah aku sebetulnya kurang siap dengan status baru? Terlambat tidak jika aku baru mau memperbaiki sekarang? 

So, dari hasil diskusi yang cukup, hmmmm tentu saja membuatku nano nano rasanya di dada, mencoba santai, cool, calm, dewasa menyikapi "gue sebenarnya di mata dia" maka didapatlah sebuah makna yang kami sepakati bersama bahwa ibu professional adalah Ibu yang mendedikasikan dirinya kepada keluarga, menjalankan perannya dengan sungguh, sungguh, ikhlas, dan penuh pengorbanan untuk semata-mata mengharapkan ridho Allah subhanahuwata’ala. Tetap mengupgrade diri sendiri dengan berbagai kemampuan yang menunjang kegiatan untuk diri sendiri dan keluarga. 

 

INDIKATOR KEBERHASILAN IBU PROFESIONAL MENURUT SAYA:

Berikut adalah indikator atau tanda keberhasilan menurutku ketika aku menjadi Ibu Profesional:

  1. Keluarga memiliki visi dan misi yang disepakati bersama.
  2. Keluarga memiliki waktu yang disepakati bersama, terutama mengenai beribadah, jam belajar, bermain, beberes rumah, piknik keluarga dan lainnya.
  3. Keluarga tercukupi kebutuhan lahir dan batin. Terpenuhi dalam hal kasih sayang, makanan sehat dan bergizi, sandang yang layak, Pendidikan yang sesuai dengan visi keluarga, standar Kesehatan dan kebersihan tempat tinggal yang baik dan lainnya.
  4. Masing-masing anggota keluarga dapat melaksanakan tugas dan kewajiban sesuai dengan kesepakatan keluarga
  5. Kemampuan hasil belajar upgrade skill pribadi dapat diaplikasikan ke seluruh aspek kehidupan keluarga, sehingga hasilnya dapat dirasakan seluruh anggota keluarga.  

 

EVALUASI DIRI

Cukup berat ternyata untuk menemukan “Who I am” dari pandangan orang lain terutama orang yang tentu saja 24/7 berada bersama kita, yaitu pasangan dan anak-anak. Berat untuk mengakui “benar bahwa aku begitu” tanpa harus menyangkal dan menyanggah “tapi kan, aku begini karena….” Meskipun aku tau, amygdala akan menolak semua hal-hal yang tidak disukai, aku mencoba mengelola pikiran dan emosi untuk tetap cool, calm dan tidak reaktif.

Aku belajar menerima siapa diriku sebenarnya tanpa dibarengi rasa baper, rasa ngambek, rasa kecewa karena ternyata sedemikian begitu nya aku, hehehe. Menggali diri dari orang lain ternyata sesulit mencabut duri di kaki, jika duri aku biarkan terlalu lama bisa membuat bagian lain infeksi, membusuk dan membahayakan nyawa. Jika dicabut, perlu keberanian untuk menghadapi perihnya kenyataan tetapi jika sudah tercabut pasti lebih lega dan bisa melangkah lagi. Dimulai dengan Langkah yang kecil sampai kaki sembuh, kemudian aku bisa berjalan dan mungkin berlari jika perlu.

Tapi aku yakin, sedikit demi sedikit cahaya cerah tersebut mulai terlihat. Aku hanya perlu berani menghadapi, bijak menyikapi, mengutuhkan roh dan menjalankan peran sebagai istri serta ibu yang ternyata kalo mudah pasti hadiahnya piring.

Ada beberapa hal yang harus aku benahi mulai saat ini. Ada hal yang aku harus putuskan prioritasnya dan harus aku tangguhkan dahulu. Kesiapan mental, keikhlasan, ketaatan, konsisten yang harus aku mulai tata dan jaga hingga beberapa “homework” bisa terselesaikan dengan baik. Ini adalah janji ku pada diriku sendiri. Sebab ikut Ibu Profesional ini sudah lama aku tunggu-tunggu untuk menimba ilmu dan mengupgrade diri. Jadi, benar-benar melalui matrikulasi ini aku ingin merubah dan memperbaiki diri menjadi lebih baik supaya menjadi ibu yang pro bagi keluarga kecilku.

Kemudian aku akan berdiskusi dengan pasangan untuk mencoba untuk memenuhi empat kebutuhan dasar orang tua jaman now yang disebutkan Mba Una kemarin, antara lain:

  1. Mengelola mental state
  2. Komunikasi sebaya
  3. Memperbaharui status
  4. Apresiasi bukan Evaluasi

Sebab kebutuhan tersebut perlu dipenuhi supaya tanki-tangki cinta dan ilmu pengetahuan tetap terisi tidak pernah kosong, sehingga kami berdua bisa menjadi teladan yang baik bagi anak-anak kami seperti pesan Mba Una kemarin. 

Aku berterimakasih pada tim Ibu Profesional dan tentunya Sahabat Widyaiswara Mba Una yang sudah menyampaikan materi hidangan utama yang “WOW” banget langsung “jleb” rasanya menguliti diriku. Mencoba belajar lagi disini dengan para teman-teman hebat, menumbuhkan rasa PD dan berani yang sedari dulu selalu aku hindari karena ya…aku tak berani menghadapi kenyataan, aku malas dan tidak berani berubah. Terimakasih telah menghadirkan circle pertemanan yang positif, penuh dukungan, dan penuh semangat.

Semoga Allah Subhanahuwata’ala mudahkan jalan kita semua menjadi Ibu yang senantiasa selalu berusaha menjadi lebih baik sebagai ladang jihad di jalan yang Engkau ridhoi, aamiin.

Bila kelak kami bisa mencapai tahap menjadi Ibu Profesional, jangan jadikan kebanggan ini menjadi sebuah kesombongan yang menjadikan kami futur. Semoga kebanggan ini dirasakan dan menjadi milik keluarga kecil kami, aamiin.

See ya!

#Zona3 #PenjelajahPelabuhanSamuderaAmarta #Matrikulasi10 #InstitutIbuProfesional #IbuprofesionalforIndonesia #ip4id2022 #womenincooLABoration

 

 

 

 

No comments:

Post a Comment

Masuk Sekolah

  Assalamualaykum teman-teman blog! Sudah lama sekali ga menyapa lewat blog, alasan klasik tolong diterima ya.                          ...