Semester ini adalah semester yang paling sepi sepanjang empat tahun kuliah di kampus ini. Mengapa? Aku biasanya menghabiskan hampir setiap semester dengan segerombolan orang-orang untuk makan siang, lembur tugas, piknik bersama, bahkan menggembel bersama,
Aku masih rutin ke kampus, walau hanya beberapa jam saja aku disana, waktu jam makan siang tiba aku hanya makan di kantin bawah dengan beberapa teman saja. Padahal ritual rutin setiap makan siang adalah makan di luar dan masuk kelas dengan terlambat. My best habit!
Tetapi orang-orang yang selalu bersamaku itu sudah tak komplit lagi. Kebiasaan bercanda di tempat sudah tidak ada lagi. Aku merasa kehilangan orang-orang itu. Orang-orang yang suka menghinaku lahir batin sampai aku sudah tidak peduli lagi dnegan hinaan mereka sebenarnya. Mereka bilang itu bentuk kasih sayang mereka padaku. Kasih sayang tidak harus dalam bentuk sewajarnya kita bayangkan, penuh dengan keindahan, keceriaan, kebahagiaan. Iya, kasih sayang mereka padaku sangat mainstream. Bullyan, ejekan, sindiran dalam wadah lawakan itulah yang aku rindukan. Aku bahkan sudah ga sakit hati kalo aku diejek sampe dalem bgt. Itu sudah biasa. Hampir maisng-masing dari kami punya bahan sendiri untuk dibully bersama. Mulai masalah kuliah sampai masalah pacar.
Time flies so fast. Rasanya baru setahun kemarin kami ber12 sedang rempong-rempongnya penelitian Kampung Kota yang kemudian membawa kami ke tanah Eropa untuk melakukan presentasi di beberapa universitas atas bantuan DAAD. Hampir setiap malam kami lembur, kami mencari data, membuat laporan, bagi tugas, cari sponsor, latihan saman, dan mempersiapkan diri kita ke negeri nun jauh di barat itu. Dimulai dari perjalanan membuat visa yang mengharuskan kami ber12 ke Jakarta dan bolos kuliah. Naik kereta ekonomi malam dan hampir ketinggalan gara-gara kereta yang langsir hampir 5 kali dan kami masih terjebak di jalan. Lalu tas teman kami harus hilang di kereta padahal penuh dnegan dokumen yang harus digunakan saat membuat visa.
Masih teringat di benakku bagaimana kami ber12 saling bekerja sama membawa semua peralatan yang akan kami bawa kesana. Masih teringat bagaimana aku dan ketiga temanku harus berangkat duluan ke Dubai tanpa 9 yang lain. Iya, kami saling menjaga satu sama lain, saling mengingatkan semua kealpaan.
Masih ingat betapa kami harus memasak bersama disana demi menghemat uang kami supaya bisa bertahan hidup. Kami makan dan minum dengan apa adanya. Itu smeua membuat kami sudah dekat bagai saudara. Padahal kami bertemu dengan kondisi latar belakang yang berbeda. Dengan watak kami masing-masing dan semangat daerah yang berbeda, kami bisa tunjukkan kalau kami bisa.
Masih teringat juga bagaimana kami harus jalan kaki selama di negeri itu, padahal kami sangat tidka terbiasa jalan kaki di Indonesia.
Masih teringat pula saat kami harus bertahan 1 hari di bandara untuk menunggu flight kami ke Indonesia dan asuransi hidup kami sudah habis. Kami memutar otak bagaimana caranya kami bisa bertahan.
Beberapa kali piknik bersama dengan pengalaman yang fantastis, berjemur di bawah matahari terik demi mendapatkan siaran sebuah acara tradisional, nonton film, karaokean sampai malam, jail, ngobrol pas kuliah, nyoret-nyoret buku temen pas kuliah, mintain gorengan, minta kertas binder, ngata-ngatain dengan kata-kata yang kurang pantas untuk didengar orang lain, bajak BBM dan twiiter, membuat kejutan untuk yang ulang tahun, masak bersama secara bar-bar,,,,ah banyak sekali sudah kenangan-kengangan lucu itu.
Mereka yang menyayangiku dengan cara berbeda, mereka yang sulit dilupakan dalam ingatanku. Aku yakin kmai akan tumbuh dewasa dan tak akan melupakan satu sama lain. Seperti janji kami 1 taun yang lalu di sebuah titik di kota Frankfurt, kami akan reuni lagi disana saat Summer entah tahun berapa, saat kami sudah berkeluarga masing-masing. Semoga reuni itu bisa terwujud.
No comments:
Post a Comment