hei
bukan tidak ingin aku membalas pesanmu yang berisi permintaan maaf. tapi untuk apa meminta maaf? maafmu itu tidak akan membuat aku kemudian bisa sembuh sakit hati.
aku menyangsikan kelakuanmu yang menurutku tak memiliki tata krama. sama sekali.
apakah kamu tidak tahu rasanya dikecewakan, diselesaikan secara sepihak?
aku butuh waktu untuk sendiri. tanpa kamu hadir dan iseng untuk menanyakan kabarku. aku akan baik-baik saja sampai kamu menanyakan hal tersebut.
tidakkah kamu tau betapa aku harus benar-benar bergelut dengan perasaan sakit dan tetap menjalani kehidupanku senormal-normalnya?
kamu tidak akan pernah tahu, karena mungkin kamu tidak peduli. kamu hanya peduli dengan dirimu sendiri. dengan masa depanmu yang sangat kamu khawatirkan.
bagimu mungkin aku tidak ada apa-apanya ya? aku bukan yang pantas untuk diandalkan dengan kondisiku saat ini. kondisi yang tidak bisa menjanjikan apa-apa termasuk masa depan yang kamu inginkan.
jika harus mengorek dulu, dulu adalah kebahagiaan yang tak pernah aku kira. bahwa impianku dan harapan bodoh yang sempat aku tulis di buku catatan kulaih menjadi nyata. kamu hadir benar-benar seperti bintang jatuh.
aku berusaha menjadi yang benar-benar kamu cari. aku bahkan melupakan apa yang sebut keegoisan setinggi gedung pencakar langit. aku bahagia bersamamu.
dan dengan apa yang kamu lakukan padaku, menyelesaikan ini secara sepihak, dimana aku tidak tahu kenapa ini harus selesai, aku tidak pernah ingin tahu. meskipun kamu menjelaskan berkali-kali, aku tak pernah bisa memahami itu.
bahkan namamupun sempat tertulis dengan jelas di monumen yang aku bangun dengan kerja keras. nama yang aku tulis disertai pengharapan untuk menggapai mimpi berdua bersama-sama seperti yang sempat kita bicarakan sebelum kita tidur.
cinta. aku pun tak tahu kemarin cinta atau bukan. iya jika aku bilang cinta apakah kamu juga akan mengakui itu cinta?
sekarang bagaimana? sekarang aku sedang mencoba untuk kembali menyemangati hidupku lagi. aku sudah terbiasa, bahkan bukan kali ini saja kamu sakiti aku. meksipun kali ini yang paling sakit.
kamu? aku tahu kamu sedang berbahagia. hidupmu dengan mudah berputar seperti bianglala sekaten yang memiliki jari-jari lebih pendek dibanding bianglala singapura.
aku belum siap untuk bisa bicara secara normal padamu. aku belum bisa untuk memaafkanmu dengan bijak. aku belum bisa menyusun kalimat yang bisa membuatmu sadar hati ini sungguh terluka karenamu.
aku belum ikhlas? ah, belajar ikhlas itu susah. aku pun yakin kamu belum iklhas dengan masa lalumu sebelum aku.
kemudian kali ini, aku menyerahkannya pada waktu yang bisa membungkus dan mengeringkan lukaku. lukamu? itu terserah padamu, toh sudah ada yang bisa meniupkan dan mengompres lukamu yang selalu kamu bilang lebih berat dari lukaku ini. dia yang mungkin bisa menyembuhkanmu dari kemelut dan kegalauanmu tentang masa depan.
jika aku bisa menghapus namamu di monumenku, aku benar2 akan menghapusnya. aku tidak akan pernah menuliskannya kembali di monumenku yang baru.
jika ada yang bertanya aku meneysal atau tidak, iya mungkin saja aku menyesal. menyesali namamu yang pernah hadir dalam sela-sela kehidupanku.
No comments:
Post a Comment