bicara soal perempuan di masa sekarang, harusnya udah ga terkekang dengan pagar gender. di era postmo macam sekarang, cuma orang jadul aja yang masih bisa ngomong gender. gender udah mati. kesadaran antara perbedaan laki-laki dan perempuan sudah bukan hal yang penting dan patut dibicarakan. ga cukup ya, kita membahsa hal tersebut dari jaman Lady Mary?
dari rentetan perjalanan perjuangan gender dari jaman dulu sampe sekarang, harusnya orang-orang berpendidikan macam kita ya sadar lah masalah perbedaan dan sudah bisa menerima bahwa laki-laki dan perempuan dari segi apapun mereka berbeda. persamaannya mereka sama-sama makhluk tuhan dan mereka memiliki hak asasi manusia.
tulisanku kali ini bukan mengutip atau mengulas, just comment sama beberapa berita yang akhir-akhir ini sering dibicarakan, kasus perkosaan anak dibawah umur yang menyebabkan sampe meninggal.
well, perempuan dan anak-anak. 2 kata benda yang secara harafiah tergolong kata benda yang rentan. aku juga perempuan. lalu apakah sebgai perempuan aku harus rentan?
anak-anak, dari segi fisik mereka memang lebih lemah dan rentan.
orang tua memiliki kewajiban untuk mengurus anak-anak mereka dan mendiidknya supaya menjadi orang yang baik.
berita ttg RI yang aku ikuti lewat kompas dot com, menyebutkan bahwa RI adalah anak dari sepasang orang tua yang bekerja sebagai pemulung. RI merupakan anak bungsu dari 6 bersaudara. dia meninggal karena ada infeksi di otak dan mengalami kejang-kejang. dan setelah diperiksa terjadi infeksi virus di organ kelaminnya.
siapa orang yang tega berbuat seperti itu terhadap anak-anak?
dilihat dari latar belakang keluarganya yang hidup dalam keterbatasan, mungkin dalam hal pengasuhan anak, orang tuanya tidak memiliki perhatian yang ekstra ketat. beban ekonomi membuat perhatian terhadap anak berkurang. lingkungan pergaulan anaknya pun tidak bisa disalahkan. dengan kemampuan ekonomi seperti itu, mereka hanya bisa 'membayar' lingkungan yang terbatas pula.
kasus-kasus seperti ini tidak perlu terjadi bila ahh yasudahlah. mau nyalahin ekonomi? mau nyalahin pemerintah? mau nyalahin kegagalan urbanisasi?
mau nyalahin siapa?
ini semua kegagalan kita semua. kegagalan sebuah sistem yang menimbulkan multiplier effect semacam ini yang kemudian mengorbankan anak-anak dan perempuan.
1 hal yang aku sesalkan, perencanaan belum melek sama sekali dengan perempuan dan anak-anak. mereka para pembuat keputusan menganggap masalah anak-anak dan perempuan masalah remeh. masalah yang 'apasih banget' buat dibahas.
di kelas, ketika aku bawa isu-isu gender, dan bagaimana seharusnya perempuan diposisikan dalam perencanaan hanya bisa menarik satu kesimpulan bahwa perempuan harus dilibatkan dalam perencanaan, misalnya perempuan memiliki posisi didalam parlemen. ada juga teman yang mengejek bahwa ga sekalian aja sih dibikinkan bus khusus perempuan, jalan khusus perempuan bla bla bla,,capek rasanya aku denger hinaan macam itu.
pemikiran macam itu tuh, yang masih kolot, masih jadul. ya, perempuan dan laki-laki berbeda. perbedaan itu yang mestinya disadari dan dimaklumi, bukan mejadi obyek tertawaan atau bahkan objek hiburan. ingat, bahwa perempuan juga makhluk tuhan. siapa sih yang melahirkan laki-laki kalo bukan perempuan? lalu bagaimana perempuan bisa hamil tanpa adanya laki-laki?
kedua nya hidup berdampingan saling mendukung, saling melengkapi. itu esensi pemikiran postmodern. Indonesia masih diselimuti kebodohan, mungkin buta huruf sudah berkurang (meskipun di daerah pedalaman masih banyak yang belum bisa baca) tetapi buta gender masih bercokol kuat di negri ini. apa karena indonesia adalah negri timur?
ah, jangankan negri timur, di barat sana saja sama saja. hanya bentuknya yang berbeda.
perempuan. kenapa lagi-lagi perempuan?
wuiiihhh, tulisanmu kali ini sangat 'emosional' sekali ya res. Sabar mbaknya, hahaaa... :D
ReplyDelete