Sumber
gambar: http://cdn0-a.production.liputan6.static6.com/medias/961679/big/047913600_1440075764-Kampung_Pulo.jpg
Beberapa waktu
lalu lagi heboh masalah penggusuran kampung pulo di bantaran sungai ciliwung.
Terjadi kisruh antara warga dengan satpol PP yang saat itu sedang persiapan buat
melakukan penggusuran dengan beberapa alat berat. Hingga terjadi pembakaran 1
buah alat berat oleh warga setempat karena mereka menolak adanya penggusuran.
Well, mari aku mencoba menelaah.
Sejujurnya aku ga suka dengan
kata penggusuran. Penggusuran itu ga manusiawi, kasar. Mari kita pakai kata
relokasi supaya lebih enak ya didengar.
Ehm, merelokasi warga dari suatu
tempat tidak hanya pemindahan secara fisik warganya dan tempat tinggalnya.
Tetapi memindahkan aspek2 sosial kemasyarakatan yang sudah tumbuh dan terjalin
sekian puluh tahun.
Kenapa sih harus mindahin warga kampung pulo dari bantaran sungai ke
rusun jatinegara?
Satu hal yang pasti kawasan tersebut
merupakan kawasan yang sebenarnya tidak boleh digunakan untuk permukiman. Kawasan
bantaran sungai merupakan kawasan yang tidak boleh dijadikan permukiman. Setiap
hujan, kawasan tersebut selalu terkena dampak banjir. Sehingga permukiman warga
yang sudah terlanjur disitu, perlu dipindahkan supaya masyarakat bisa hidup
lebih baik.
Apa sih yang salah sama relokasi kemaren?
Kurangnya Komunikasi antar
pemerintah dan warga! Kenapa? Komunikasi itu penting dalam melakukan intervensi
dan melakukan persuasif pada warga supaya mau pindah. Memang butuh waktu yang
lama untuk mencapai tujuan dengan cara komunikasi dengan warga. Tetapi cara ini
adalah cara paling baik dalam kaitannya memindahkan warga. Warga mengaku tidak
ada komunikasi, ada juga yang mengaku komunikasi belum tuntas yang dilakukan
pemerintah dengan warga. Pemerintah dinilai tergesa-gesa. Kenapa sih? Apa
karena kurang SDM? Jakarta seperti kita ketahui, memiliki banyak SDM yang
pintar2. Banyak kampus2 negri dan swasta yang bergengsi dan memiliki mahasiswa
yang bisa bantuin melakukan pendampingan pada warga kp pulo.
Apa sih yang salah dengan rusunawa jatinegara yang udah dibangun?
Tidak ada yang salah dengan rusun
tersebut. Hanya saja jenis perumahan dengan bentuk vertikal masih sangat sukar
diterima masyarakat indonesia yang terbiasa hidup di landed house. Warga
kampung pulo yang sudah terbiasa hidup dengan guyub, merasa ga bisa buat hidup
bersosialisasi dengan warga lain kalo mereka tinggal di rusun. Meski rusun
sudah sangat canggih dan mewah dibangun untuk mereka. Kebiasaan2 informal yang
sering mereka lakukan di kampung ga bisa mereka lakukan kembali. Warga yang
memiliki mata pencaharian informal seperti berdagang, beternak dan lain
sebagainya mengalami kesulitan jika mereka harus pindah ke rusun. Harga sewa
rusun per KK pun dirasa membebani warga kampung pulo, meskipun menurut aku
harga sewa tersebut sudah termasuk murah. Engga mau bandingin sih, Cuma standar
300ribu itu jelas berbeda antara warga yang satu dengan yang lain. Saat masih
di bantaran, 1 rumah biasanya dihuni 2-3 KK. Istilahnya buat hidup aja mesti
bareng-2 karena keterbatasan biaya, eh sekarang harus tinggal sendiri dan bayar
dengan sekian harga sewa, meskipun 3 bulan pertama katanya gratis.
Well, yang namanya hidup kita perlu mengeluarkan biaya. Biaya untuk
tempat tinggal, makan, serta pakaian *kebutuhan primer manusia buat hidup at least*. Menurutku kalo warga
mengeluhkan biaya, aduh tolong banget laahh. Hidup di jakarta itu emang apa2
butuh uang. Ya harus berusaha harus bekerja. Tolong jangan jadi warga yang
manja. Menjadi orang kecil memang harus diayomi, tapi bukan berati harus ga
berusaha memenuhi kebutuhan dengan semaksimalnya usaha dong. Dan pemerintah
punya kewajiban mengakomodasi keterbatasan masyarakat menengah ke bawah
tersebut. Jangan Cuma ngayomin masyarakat yang mampu aja. Kasih mereka
kemudahan bayar, kasih mereka akses buat dapet pekerjaan yang layak, kasih mereka
kesempatan mengembangkan kemampuan informal mereka.
Apa yang salah dengan kasus-kasus warga yang sudah menghuni bantaran
sungai dan kawasan-kawasan terlarang lainnya?
Warga yang sudah menghuni
kawasan-kawasan terlarang di jakarta selama puluhan tahun, menurutku adalah
kesalahan pemerintah sebelumnya. Mereka menjadi korban politik yang
dimanfaatkan sebagai pendukung saat pemilu dengan kompensasi mereka
diperbolehkan tinggal di tempat tersebut. Pemerintah sekarang sedang melakukan
perbaikan dengan mengerik karat yang sudah ditimbun sejak pemerintah
sebelumnya.
Kenapa sih warga kampung pulo ga dibiarin aja di bantaran sungai? Kan
banyak tuh contoh2 kawasan permukiman yang tetep survive di bantaran sungai
gausah relokasi?
Karena kawasan kp pulo itu
bentuknya cekungan. Kalo kita mau nyamain dengan tempat lain ga bisa samain gtu
aja. Aspek2 seperti kondisi fisik alam, sosial budaya dan sebagainya berbeda.
Terlebih kondisi masyarakat dan pemerintahnya. Jadi kita ga bisa nyamain dan
mengaplikasikan semua bentuk contoh berhasil. Perlu disaring.
Lalu, apa dong yang harus dilakukan pemerintah saat ini?
Bangunlah permukiman di rusun.
Permukiman dalam artian akses-akses menuju fasilitas umum dan sosial yang
dibutuhkan oleh warga. Hilangkan ketakutan warga akan rusun yang selalu
terkesan individualis. Emang susah sih ngerubah form informal ke bentuk formal
dengan tetap membawa sifat-sifat keinformalannya. Tap aku yakin, warga dimana
pun berada bakalan bisa beradaptasi di lingkungan barunya,
Well, dalam sebuah perubahan
menuju lebih baik memang perlu ada yang harus dikorbankan. Tetapi pengorbanan
tersebut sebisa mungkin harus meminimalisir sakit. Buat sembuh butuh
pengobatan. Tapi carilah pengobatan yang paling minim rasa sakit yang
dirasakan.
Selamat membangun jakarta lebih
baik!
Salam,
-Resti yang tidak tidak tau akan bertakdir di Jakarta atau tidak_
*semua tulisan ini merupakan hasil membaca artikel dan menonton tayangan televisi dan argumen pribadi*